Soal Isu Reshuffle Kabinet, SAS Institute Sebut Kinerja Kemenkop UKM Paling Buruk

0
32
Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki.
Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki.

JAKARTA-RADAR BOGOR, Isu rencana perombakan kabinet kembali mengemuka. Spekulasi terhadap kementerian tertentu bakal di-reshuffle pun mengemuka setelah beredarnya tayangan Presiden Jokowi yang jengkel saat memimpin rapat kabinet.

Presiden jengkel terhadap menteri yang tidak memiliki sense of crisis yang sama. Masih banyak yang menganggap kondisi sekarang ini normal. Kemudian, bekerja biasa-biasa saja. Dari seluruh pembantu presiden, Said Aqil Siroj (SAS) Institute menyoroti Kementerian Koperasi dan UMKM.

Menurut Deputi Kajian SAS Institute Abi Rekso, Kemenkop UKM termasuk salah satu pembantu presiden yang memiliki catatan buruk. Menteri Teten Masduki dianggap lamban dalam mengambil keputusan di tengah situasi krisis. “Banyak program-program kementerian macet,” kata Abi Rekso, Senin (29/6).

Adapun catatan untuk Menkop dan UKM itu, pertama, hampir satu tahun tidak ada dobrakan secara struktural maupun fungsional di jajaran kementerian tersebut.

Dalam situasi krisis, Menteri Teten tidak mengeluarkan sebuah peraturan menteri (permen) atau keputusan menteri (kepmen) untuk membantu mempercepat proses kerja kementerian menghadapi pandemi.

“Jika mengutip dari pernyataan Presiden Jokowi kan jelas. Bahwa dirinya (Presiden) akan membuatkan Perpres, Perppu sebagai diskresi seorang Presiden untuk mempercepat proses kerja kementerian. Lah, ini kok bertolak belakang dengan Kemenkop dan UKM. Malah belum pernah membuat sebuah diskresi terkait menghadapi situasi pandemi,” ujar Abi Rekso.

Kedua, soal serapan dana Kredit Usaha Rakyat (KUR). Tahun ini dianggarkan sebesar Rp 129 triliun. Kata Abi, jika memang belum bisa melakukan distribusi secara masif, setidaknya ada upaya kongkret yang ditujukan kepada kalangan UMKM. Berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS), persentase pengangguran terbuka dari total angkatan kerja mencapai 5 persen.

Jumlahnya mencapai 6,9 juta jiwa. Rata-rata lulusan SMA dan perguruan tinggi (PT). Jika diambil saja Rp 29 triliun dari platform KUR, maka bisa menjadi modal usaha dari 2 persen (2,7 juta jiwa) pengangguran terbuka.

Bila dibagi rata saja, Rp 29 triliun untuk 2,7 juta jiwa, maka masing-masing akan menerima pinjaman senilai Rp. 10.700.000. “Dana ini bisa dikelola sebagai modal usaha komoditas pangan. Langsung berada di bawah pengawasan Kemkop dan UMKM,” imbuhnya.

Ketiga, persoalan digitalisasi UMKM. Semangat untuk melakukan digitalisasi adalah baik, karena semua bisa berjalan dengan efektif dan transparan. Namun jika menunggu 100 persen UMKM di Indonesia terdigitalisasi, baru bantuan itu dilakukan, cara itu juga tidak tepat. Digitalisasi bukan hanya bergantung pada alat (device), tapi juga daya kemampuan SDM. “Dalam situasi krisis kita tidak bisa bergantung pada hal yang ideal. Harus ada terobosan yang berani” imbuh Abi.

Abi Rekso menjelaskan SAS Institute selama ini concern pada isu-isu koperasi dan usaha kecil mikro. Pihaknya menyarankan kepada Kemenkop dan UKM untuk melibatkan ormas-ormas keagamaan seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, PGI, Keuskupan Katolik, dan lain-lain. Pasalnya, organisasi keagamaan memiliki hubungan emosional yang baik kepada umat dan program KUR bisa tepat sasaran.(jpc)