Pencairan Anggaran Kesehatan Menunggu Payung Hukum

0
35
Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto mengklaim, sudah mengantongi data orang-orang yang berada di sebuah club malam, tempat di mana perempuan berusia 31 tahun asal Depok yang terinfeksi virus corona dan pria warga negara asing (WNA) asal Jepang melakukan pertemuan. (Dery Ridwansyah/JawaPos.com)
Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto. (Dery Ridwansyah/JawaPos.com)
Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto mengklaim, sudah mengantongi data orang-orang yang berada di sebuah club malam, tempat di mana perempuan berusia 31 tahun asal Depok yang terinfeksi virus corona dan pria warga negara asing (WNA) asal Jepang melakukan pertemuan. (Dery Ridwansyah/JawaPos.com)
Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto.

JAKARTA-RADAR BOGOR, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto belakangan ini kerap menjadi sorotan. Dia dianggap sebagai salah satu penyebab rendahnya serapan anggaran bidang kesehatan.

Kemarin (30/6) Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menolak anggapan itu.

Dia menyebutkan, rendahnya realisasi anggaran kesehatan yang dialokasikan Rp 87,5 triliun bukan semata-mata tanggung jawab Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Menurut Ani, sapaan Sri Mulyani, rendahnya serapan anggaran tersebut memang disebabkan tahapan pencairan yang harus dijalankan.

”Ada yang berpersepsi anggaran kesehatan baru cair sedikit karena tanggung jawab Kemenkes. Nggak juga, karena ada jalurnya,” ujar dia dalam video conference di Jakarta kemarin.

Anggaran itu juga tidak seluruhnya disalurkan melalui Kemenkes. Ada juga yang disalurkan kepada Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, baik nasional maupun daerah. Sebagian anggaran juga dirupakan insentif pajak kepada rumah sakit yang menangani pandemi Covid-19.

”Anggaran bidang kesehatan Rp 87,5 triliun ini sebagian adalah belanja tambahan yang berhubungan dengan Covid-19 langsung. Seperti penanganan gugus tugas, pembelian APD pada tahap awal, dan upgrade rumah sakit,” jelas Ani.

Dana Rp 87,5 triliun tersebut dialokasikan untuk belanja penanganan Covid-19 sebesar Rp 65,8 triliun, insentif tenaga medis Rp 5,9 triliun, dan santunan kematian Rp 500 miliar.

Selain itu, bantuan iuran JKN BPJS Kesehatan sebesar Rp 3 triliun, anggaran untuk gugus tugas Covid-19 Rp 3,5 triliun, serta insentif perpajakan di bidang kesehatan Rp 9,05 triliun.

Mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu menyebutkan, penggunaan anggaran perlu akuntabilitas. Prinsip akuntabilitas dan kehati-hatian itu jugalah yang berakibat pada pencairan anggaran yang terkesan lambat.

”Alasannya bukan karena pemerintah tidak punya uang. Enggak. Tapi karena like it or not, everybody itu khawatir banget nanti,” tambahnya.

Hal tersebut juga yang membuat pemerintah masih terus membenahi landasan hukum. Tujuannya, seluruh proses bisa berjalan sesuai prosedur.

”Kita akan bertanya terus, apa lagi instrumen yang bisa dilakukan? Tetapi, landasan hukumnya juga harus rapi. Kita coba rapikan,” tuturnya.

Arahan Presiden Jokowi pada rapat 18 Juni 2020 itu juga menjadi concern Menteri Sosial Juliari Batubara. Dia telah mengumpulkan seluruh pejabat eselon I di kementeriannya untuk menyampaikan arahan presiden. Juliari meminta pelaksanaan program dipercepat.

”Saya sampaikan walaupun mungkin merasa sudah on the track, tapi presiden meminta agar lebih cepat lagi,” ujarnya kemarin.

Serapan anggaran di Kementerian Sosial (Kemensos) sebetulnya sudah mencapai 60,38 persen per Selasa (30/6). Angka itu jauh di atas rata-rata realisasi anggaran nasional sebesar 39,19 persen.

Dengan angka tersebut, Kemensos masih menduduki peringkat pertama dalam realisasi anggaran di antara kementerian/lembaga (K/L).

Total pagu anggaran Kemensos tahun ini sebesar Rp 104,45 triliun. Naik dari alokasi sebelumnya yang hanya Rp 62,7 triliun.

Artinya, hingga kini telah direalisasikan sebesar Rp 63,06 triliun, termasuk di dalamnya alokasi tambahan bansos Covid-19.

Namun, lanjut Juliari, apa yang disampaikan presiden pada rapat kabinet 18 Juni lalu menjadi pemacu pihaknya untuk menggeber lagi pelaksanaan program kerja. Termasuk urusan bantuan sosial (bansos). Tentu tanpa menghilangkan prinsip akuntabel dalam penyalurannya.

Menurut Juliari, hal itu bukan hanya perkara angka serapan anggaran. Namun terpenuhinya kebutuhan keluarga penerima manfaat (KPM) dari bansos yang disalurkan.

”Karena bansos sangat dibutuhkan oleh KPM untuk mengurangi beban ekonomi,” ucap pria yang akrab disapa Ari tersebut.

Dia juga mendorong KPM untuk segera membelanjakan uangnya. Dengan demikian, perputaran roda ekonomi akan lebih cepat.

Jokowi Pantau Ketat Anggaran Kementerian

Presiden Jokowi kemarin memastikan bahwa dirinya terus memantau pengeluaran di kementerian. Jokowi juga meminta daerah bertindak sama.

Segera mengeluarkan anggaran penanganan Covid-19 semaksimal mungkin agar makin banyak uang beredar di masyarakat.

Hal tersebut disampaikan presiden saat kunjungan kerja ke Jawa Tengah kemarin. Jokowi mengingatkan para kepala daerah agar segera mencairkan APBD yang terkait dengan penanganan Covid-19.

Mantan wali kota Solo itu mengatakan, saat ini dirinya bisa mengetahui berapa persen anggaran yang keluar setiap hari di K/L.

”Kalau masih rendah, saya telepon langsung. Saya langsung tegur menterinya atau kepala lembaganya,” tegas Jokowi di Posko Penanganan dan Penanggulangan Covid-19 Provinsi Jawa Tengah di kompleks kantor gubernur.

Jokowi kembali mengingatkan bahwa situasi saat ini adalah situasi krisis. Sehingga orang-orang yang berkutat dalam pengambilan kebijakan dan eksekusinya juga harus menyesuaikan dengan situasi krisis itu.

Pada prinsipnya, kedua sektor, baik kesehatan maupun ekonomi, bisa berjalan beriringan.

”Jangan sampai melonggarkan tanpa sebuah kendali rem sehingga mungkin ekonominya bagus, tapi Covidnya juga naik,” tuturnya.

Prioritas utama tetap Covid-19 yang terkendali, tapi ekonominya diupayakan minimal tidak mengganggu kesejahteraan warga. Memang bukan hal mudah memanajemeni keduanya sekaligus. Apalagi, semua negara saat ini sudah mengalami kontraksi ekonomi yang cukup besar.

Perekonomian global tahun ini diperkirakan bakal terjun bebas ke angka minus 6 sampai minus 7,6 persen. Singapura diprediksi –6,8 persen dan Malaysia –8 persen.

Amerika Serikat bahkan diprediksi –9,7 persen dan Jepang –8,3 persen. Indonesia di kuartal pertama 2020 ekonominya masih bisa tumbuh 2,97 persen, tapi di kuartal kedua dikhawatirkan minus.

Karena itu, kesehatan dan ekonomi harus diatur dengan baik oleh semua stakeholder pemerintah. Jangan buru-buru menerapkan situasi kenormalan baru di sebuah daerah.

Harus ada tahapan-tahapan yang benar dan berbasis data. Para pakar dan ilmuwan harus dilibatkan agar dalam pengambilan keputusan bisa tepat sasaran.

Bila sudah diputuskan, setiap dua pekan harus ada evaluasi. ”Kalau memang keadaannya (kasus) naik, ya tutup lagi. Harus berani memutuskan seperti itu,” tambahnya. Jangan sampai keinginan memulihkan perekonomian malah memperparah situasi pandemi. (jpg)