Wajib Karantina

0
46

Inilah jalan yang bisa dipakai untuk kompromi. Agar kepentingan ekonomi tetap terakomodasi. Dan kepentingan kesehatan tidak seperti dikorbankan. Kalau saja jalan ini bisa ditempuh tidak perlu lagi terjadi heboh pro-Anies atau anti-Anies. Heboh itu sangat memprihatinkan. Semakin ke arah memecah belah bangsa.

Tapi, mengusulkan jalan ini juga riskan. Seperti kembali ke tulisan Disway lima atau enam bulan lalu: siapa yang sebenarnya wajib karantina.  Ide ini bertolak dari sukses Taiwan mengendalikan Covid-19. Juga melihat kenyataan banyaknya orang yang terkena Covid-19 tapi baik-baik saja (Lihat Disway dua hari lalu: Istri Positif).

Di tulisan itu juga sekaligus bisa dibaca hal sebaliknya: bagaimana seorang dokter spesialis, profesor, yang juga pintar menjelaskan soal Covid meninggal dunia.  Ia tidak hanya ahli menjelaskan, ia sendiri punya teori Golden Way agar aman menghadapi Covid.

Intinya begini: Taiwan punya data, siapa saja di antara warganya yang punya penyakit-penyakit rentan Covid-19.  Dari semua bahan yang saya baca, para dokter sudah sepakat penyakit rentan itu ada empat. Yakni gangguan pernafasan, sakit jantung, darah tinggi, dan diabetes.

Mereka itulah sebenarnya yang wajib karantina. Untuk kepentingan mereka sendiri. Tentu juga untuk kepentingan umum. Banyaknya orang meninggal karena Covid telah menimbulkan kepanikan masal. Juga menguras energi. Beda dengan di Taiwan, kita punya masalah besar: siapa yang punya data itu. Lalu akan diapakan data itu.

Sebenarnya yang punya kepentingan nomor satu kegunaan data itu adalah keluarga masing-masing. Saya yakin siapa saja yang sudah berumur sekitar 30 tahun masih punya bapak dan ibu. Atau salah satunya. Bahkan mungkin masih punya kakek/nenek. Bapak-ibu-kakek-nenek itulah yang berpotensi punya salah satu dari empat penyakit comorbid itu.