JAKARTA-RADAR BOGOR, Subsidi kuota gratis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menjadi permasalahan terkait dengan pembagiannya, yaitu antara kuota belajar dan kuota umum. Sebab, hal tersebut dirasa tidak adil, khususnya untuk perguruan tinggi.
Ketidakadilan itu disampaikan oleh Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji. Pasalnya kuota umum yang diberikan antara peserta didik di jenjang PAUD dengan dosen yang jam terbangnya lebih tinggi diratakan, yakni 5 GB.
“Ya itu (subsidi kuota) sebenarnya bermasalah, pembagian tentang kuota belajar dan kuota umum, alasan penghitugannya gimana, anak PAUD dan dosen di kampus itu sama 5 GB,” ungkap dia kepada JawaPos.com, Minggu (4/10/2020).
Kuota umum itu harus ditambah, kata dia. Kemudian situs web dan aplikasi yang berada dalam kuota belajar itu juga perlu di-update sesuai penggunanya.
“Supaya semua bisa memakai itu, termasuk mahasiswa dan dosen. Urusan mahasiswa dan dosen itu kan banyak mengakses itu (di luar aplikasi kuota belajar), misalnya internasional jurnal, pusat riset, itu menjadi hal yang lumrah di kampus, tapi ngga ada semua itu di sumber belajar yang disediakan Kemendikbud,” imbuhnya.
Jika memungkinkan, untuk masyarakat pendidikan di perguruan tinggi, baiknya dibuka semua untuk kuota umum. Sebab, kebutuhan mereka yang lebih tinggi dan minimnya situs serta aplikasi yang bisa diakses.
“Jadi kuota umum kalau di kampus semua diumumkan saja lah, nggak perlu kuota belajar, karena mahasiswa dan dosen tau mana sumber belajar yang akan dipakai, itu jauh lebih relevan. Untuk perguruan tinggi aja,” tuturnya. (jpg)