JAKARTA-RADAR BOGOR, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengeluarkan Instruksi Nomor 6 Tahun 2020, tentang Penegakan Protokol Kesehatan untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19. Bahkan dalam instruksi itu, kepala daerah bisa diberhentikan apabila melanggar ketentuan.
Pakar Hukum Pidana Abdul Fickar Hadjar menilai, Instruksi Mendagri Nomor 6/2020 yang berdasar pasal 67 UU Pemda bisa diberhentikan, tidak demikian sederhana sebagaimana tertuang dalam instruksi tersebut.
Dia memandang, instruksi itu merupakan wujud arogansi seorang menteri terhadap para kepala daerah. “Padahal bukan menteri atau presiden yang mengangkatnya,” kata Fickar dikonfirmasi, Jumat (20/11).
Fickar menegaskan, proses pemberhentian seorang kepala daerah harus berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Menurutnya, ada prosedur hukum dan prosedur politik yang harus dijalankan.
“Berdasrkan UU tersebut, kepala daerah dipilih lansung oleh rakyat melalui Pilkada yang dilaksanakan oleh KPU maupun KPUD, sekaligus berwenang menetapkan pemenangnya. Putusan itu tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun, Presiden dan Mendagri tinggal menerbitkan putusan pengesahannya,” tegas Fickar.
Oleh karena itu, Fickar menegaskan, Presiden atau Mendagri tidak berwenang memprakarsai pemberhentian kepala daerah. Prosesnya didasarkan pada pelanggaran Pasal 67 (b) jo 78 (1) c dan (2) d, tidak melaksanakan kewajiban melaksanakan peraturan perundang-undangan.
“Tetapi sepenuhnya hak dan kewenangan DPRD untuk memakzulkan dalam sebuah proses yang panjang, harus meminta pertimbangan MA untuk menilai pendapat hukum atau tidak, dan Kepala Daerah yang diusulkan diberi kesempatan membela diri oleh MA,” cetus Fickar.