BOGOR-RADAR BOGOR, Momentum Hari Guru dimaknai betul oleh Mulyadi (43). Selama 17 tahun mengabdi sebagai tenaga pendidik, kegigihan dan kesabarannya mengantarkan warga Kelurahan Paledang, Kecamatan Bogor Tengah ini memiliki gelar S2.
Sedikit cerita, Mulyadi merupakan guru olahraga di SMA Negeri 1 Citereup, Kabupaten Bogor. Statusnya guru honorer. Itu juga yang memaksa Mulyadi harus cari sampingan sebagai guru senam diluar sekolah.
Ia bercerita, delapan kali dirinya tes sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Namun hasilnya selalu gagal. “Jadinya kita ikhlas saja dan tetap mengajar olahraga untuk anak – anak,” kata Mulyadi pada radarbogor.id.
Kecintaannya terhadap bidang olahraga sudah cukup membuatnya bahagia. Apalagi bisa menularkan ilmu – ilmunya kepada para murid. Kesetiaan itu yang kemudian patut dicontoh oleh tenaga pendidik lainnya.
“Meskipun kondisi begitu. Saya tetap senang, apalagi saat siswa saya sukses. Ada yang jadi Kopassus, polisi, TNI hingga ada yang melanjutkan jadi atlet. Ada siswa saya jadi atlet menembak dan senam,”
Sejak 2003 lalu, status honorer masih melekat dalam profesinya itu. Mulyadi merupakan lulusan Fakultas Ilmu Olahraga di Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Sekarang ini, ia aktif mengajar senam di beberapa tempat.
Mulai dari senam ibu-ibu komplek, lokasi wisata hingga staf kampus serta mahasiswa di IPB dan Universitas Pakuan. Siapa sangka, hal itu membawa alumni SMPN 6 Kota Bogor itu pada kesempatan melanjutkan studi pasca-sarjana.
“Saat sedang senam di Unpak, ada yang nawarin, terusin S2 saja disini. Ada keringanan sembari tetap ngajar senam. Saya ambil dan Alhamdulillah tahun ini selesai, dapat gelar Mpd (Magister Administrasi Pendidikan,” jelas bapak dua anak itu.
Ia makin bangga lantaran tidak banyak guru honorer yang bisa melanjutkan studi S2. Sebab menurutnya, jangankan terfikir untuk melanjutkan studi, guru honorer selalu berkutat dengan keterbatasan gaji hingga pertanyaan soal status pegawai negeri.
Dirinya sangat sadar, kesuksesannya meraih gelar S2 tak lepas dari kegigihan dan keikhlasannya dalam mengajar. Dalam fikirannya, status honorer tidak boleh menganggu integritasnya dalam mengajar. Apalagi, olahraga merupakan hobi yang digeluti sejak SMP, yang juga mampu mendatangkan beasiswa hingga bisa kuliah di UNJ.
Ia pun ingin menularkan semangat tersebut pada anak-anak didiknya. Apalagi di tengah situasi pandemi, membuat proses belajar mengajar harus dilakukan secara daring. Padahal, mata pelajaran olahraga identik dengan kegiatan fisik.
“Tes fisik tetap dilakukan, dengan mengirimkan video,” paparnya.
Selain itu, ia menginspirasi bagaimana dirinya berfikir keras agar bagaimana ilmu yang dipunyai, bisa menjadi ladang pendapatan di luar kelas tanpa mengganggu proses belajar.
“Jangan patah semangat meskipun gagal tes guru CPNS misalnya, atau mengeluh keterbatasan gaji. Karena kan guru tetap punya kewajiban memberikan ilmu kepada anak-anak,” tegasnya. (dka)