Tugas 3 Mapel Bisa Digabungkan Jadi 1 Demi Ringankan Beban Murid

0
40
Ilustrasi
Ilustrasi

BOGOR-RADAR BOGOR, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta kepada para guru di seluruh Indonesia, dalam melaksanakan pembelajaran tatap muka (PTM) di sekolah untuk tidak memberikan beban tugas kepada para murid.

Mengenai hal itu, Koordinator Nasional Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mengatakan memang pada prinsipnya, di kondisi pandemi seperti sekarang ini guru tidak boleh memberatkan siswa. Dalam konteks ini adalah memberikan tugas berlebihan.

“Guru tidak boleh memberatkan siswa dengan selalu memberikan tugas kepada siswa tiap minggu,” ungkap dia kepada JawaPos.com, Rabu (2/12).

Bukan hanya memberatkan siswa saja, tugas berlebihan pun juga akan membebani para guru dalam mengoreksi pekerjaan para murid. Terlebih lagi para guru tidak hanya mengajar 1 kelas, namun bisa sampai 10 hingga 15 kelas.

Jadi menurutnya, baiknya para pemangku kepentingan di sekolah dapat membuat standar operasional prosedur (SOP) PTM untuk para guru, siswa dan tenaga kependidikan agar bisa belajar dengan efektif. Di mana didalamnya juga mengatur terkait jumlah penugasan.

Adapun Satriwan juga memberitahukan format penugasan seperti apa yang bisa diterapkan, namun tidak membebani anak. Salah satunya adalah kolaborasi pemberian tugas dari beberapa guru di mata pelajaran (mapel) yang saling berkaitan.

“Beberapa mata pelajaran 1 rumpun bisa kolaborasi, jadi proyek kolaborasi. 1 topik tugas, tapi bisa untuk menilai beberapa mapel,” tuturnya.

Semisal untuk jenjang SMA jurusan IPS untuk mapel Sosio, Ekonomi, PKn bisa dijadikan 1 tugas. Begitu juga dengan mapel Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris yang bisa dikolaborasikan.

“Tugas dinilai untuk beberapa mapel sekaligus. Ini sangat memudahkan siswa. 1 topik tugas memenuhi bebetapa mappel.

Guru mapel hendaknya tidak ada ego sektoral. Sekarang saatnya wujudkan gotong royong dalam pembelajaran,” ungkapnya.
Kemudian juga hal penting lainnya adalah penugasan yang didasari oleh kondisi lingkungan siswa.

“Kalo siswanya di pedesaan ya fokus ke persoalan pedesaan. Misal pelajaran IPA SD, ya terkait kondisi alam pedesaan,” tutup Satriwan. (jpc)