SAYA hafal sekali tempat meledaknya bom di Hari Natal kemarin itu. Bom itu ditaruh di dalam mobil ukuran besar sekali. Yakni mobil rekreasi. Atau juga disebut mobil rumah. Yang di dalam mobil itu ada kamar, sofa, dan dapurnya.
Mobil bom itu diparkir di pinggir Jalan Second Avenue, di pusat kota Nashville. Kota Nashville dikenal sebagai ”ibu kota”-nya musik country di Amerika Serikat. Saya beberapa kali bermalam di kota turis ini. Dan mengunjungi bar-barnya. Untuk mendengarkan live music country di sepanjang jalan di pusat kota itu.
Saya juga sering masuk toko-toko pakaian dan aksesori cowboy yang berderet di kota itu –sekadar untuk melihat-lihat. Malam Natal itu, lewat tengah alam, mobil besar itu parkir di Second Avenue. Di dekat gedung tinggi yang menjadi ikon Nashville: Gedung AT&T. Menjelang fajar, mobil itu meledak.
Tampaknya bom besar itu meledak sebagai bom bunuh diri. Polisi menemukan satu serpihan, kecil sekali, yang kelihatannya cuilan tubuh manusia. Siapa orang itu awalnya sangat misterius. Identitas jelasnya baru terungkap 80 jam setelahnya. Tapi yang jelas, orang yang meledakkan bom itu sungguh begitu baik hatinya.
Ia lebih dulu merekam suara. Yang kemudian disetel di speaker mobil besar itu. Isinya: peringatan bahwa mobil itu akan meledak. Dalam 15 menit. “Larilah menjauh, selamatkan diri Anda,” kata rekaman di speaker itu. Suara itu suara seorang wanita. “Ada bom di dalam mobil ini,” ujar rekaman itu lagi. “Akan meledak dalam waktu 15 menit”.
Suara dari rekaman itu cukup keras. Kedengaran dari jarak puluhan meter. Rupanya speaker itu disetel dengan volume terkeras. Apalagi pintu-pintu mobil terbuka. Suara peringatan itu menjadi lebih jelas terdengar.
Kalau saja si pemilik bom tidak baik hati alangkah banyaknya korban jiwa. Kebaikan si peledak bom bunuh diri bukan hanya itu. Sebelum menyetel peringatan itu pun ia –atau dia– sudah memberikan peringatan keras. Keras sekali. Lewat serentetan tembakan. Entah ke arah mana. Suara tembakan itu sampai didengar oleh para penghuni apartemen di dekat mobil itu parkir.
Suara tembakan itu terjadi sekitar pukul 04.30. Berarti tiga jam setelah mobil itu diparkir. Setidaknya begitulah menurut cerita Betsy Williams kepada CNN. Betsy tinggal di lantai 4 apartemen paling dekat dengan mobil besar itu. Persis di sebelah mobil-bom itu parkir.
Sepagi itu Betsy masih tidur nyenyak. Hanya mengenakan piyama. Tanpa apa-apa lainnya. Dia berniat baru akan bangun jam berapa pun –kalau matanya sudah tidak mau tidur lagi.
Sepanjang hari Natal 25 Desember itu Betsy tidak akan ke mana-mana. Dia berniat akan di kamar saja. Dan hanya akan terus pakai piyama saja. Sepanjang hari. Istirahat total. Tapi sebelum jam 05.00 itu Betsy mendengar suara rentetan tembakan di jalan, di sebelah kamarnyi. Keras sekali. Sampai dia terbangun. Kelihatannya itu suara dari senjata otomatis. Satu rentetan sampai mengeluarkan bunyi dor sekitar 8 kali. Betsy tidak menghitung angka persisnya.
Dia bangun. Menghubungi polisi lewat nomor 911. Lalu tidur lagi. Ups, sekitar 5 atau 10 menit kemudian terdengar lagi serentetan tembakan senjata otomatis. Mirip yang pertama. Betsy menghubungi 911 lagi. Lalu tidur lagi. Di jarak waktu yang sama Betsy terbangun lagi. Terdengar suara rentetan tembakan yang ketiga. Dia menghubungi 911 lagi. Kali ini sambil bertanya: apa yang harus dilakukan. Polisi menjawab: sudah mengirimkan petugas ke lokasi. Masih belum ada laporan dari petugas lapangan.
Betsy tidak kembali tidur. Dia membuka jendela. Dia ingin tahu apa yang sedang terjadi. Dia lihat ada mobil-rumah parkir di pinggir jalan. Warnanya putih. Di Amerika banyak sekali mobil seperti itu. Yakni mobil yang dipakai ke tempat rekreasi. Lalu berhari-hari parkir di tempat wisata. Mereka juga biasa membawa meja kursi. Untuk duduk-duduk di sebelah mobil –sambil menikmati indahnya lokasi wisata.
Kali ini, malam itu, mobil-wisata itu parkir di pinggir jalan utama di pusat kota Nashville.
Dari jendela itu, Betsy tidak hanya melihat mobil rekreasi berwarna putih itu. Dia juga mendengar suara yang keluar dari speaker mobil tersebut. “Menjauhlah. Menjauhlah. Mobil ini akan meledak dalam waktu 15 menit,” bunyi suara itu. Kalimat itu diulangi lagi. Terus-menerus. Seperti sudah direkam. Betsy bisa memastikan itu suara perempuan.
Setelah satu menit mengucapkan kalimat yang sama lantas muncul peringatan berikutnya: “Mobil ini akan meledak 14 menit lagi. Menjauhlah,” bunyi speaker itu. Juga diulang-ulangi terus menerus selama satu menit. Seperti hitung mundur. Lebih baik segera lari.
Betsy segera menghubungi saudarinyi yang juga tinggal di apartemen itu. Beda kamar. Mereka turun ke bawah. Pakai lift. Ke tempat parkir. Keluar dari apartemen itu, dari dalam mobilnya, Betsy mendengar kembali suara speaker itu. “Menjauhlah, 8 menit lagi mobil ini akan meledak. Ada bom di dalam mobil ini.”
Berarti tadi itu hanya enam menit Betsy mengerjakan semuanya: mengontak saudaranyi, menuju lift, turun, ambil mobil, mengemudikannya sampai ke jalan di dekat mobil-bom itu.
Begitu mendengar ”8 menit lagi…” Betsy menginjak gas. Ngebut. Dalam setengah menit dia sudah sampai jembatan menuju tempat aman: Stadion Nissan. Stadion baru. Yang di seberang sungai itu. Saya pernah beberapa kali jalan kali ke stadion ini. Melongok ke dalamnya. Untuk melihat kemegahannya. Itulah stadion sepak bola Amerika yang disponsori Nissan. Pernah, saya mendapat hotel di belakang stadion itu.
Dari halaman parkir stadion itu kita bisa melihat pusat kota Nashville. Dengan gedung-gedung tingginya. Salah satu yang mencolok adalah gedung baru dengan puncak gedung yang khas milik AT&T.
Betsy mengamankan diri di situ sambil melihat jam. Dia hitung menit ke menit. 10 menit berlalu. Tidak ada apa-apa. Tidak terdengar ada ledakan. Betsy pun mengambil kesimpulan: bunyi tadi itu hanya guyon, prank. Maka Betsy dan saudarinyi masuk mobil lagi. Fajar mulai menyingsing. Dia memutuskan kembali pulang.
Begitu sampai di ujung jalan Second Avenue dia tidak bisa masuk. Ujung jalan itu dipasangi police line. Saat dia termangu di dekat police line itulah mobil rekreasi tadi meledak. Di depan matanyi. Api berkobar. Asap hitam menjulang. Tiga mobil yang parkir di dekat situ ikut terbakar. Bangunan-bangunan bergetar. Kaca-kaca rontok. Berserakan di jalan. Dahan-dahan pohon terempas ke mana-mana. Salah satu bangunan runtuh.
Hebatnya, hanya tiga orang yang luka. Itu pun tidak serius. Hanya luka gores. Ternyata sebelum itu banyak juga yang menghubungi 911. Tidak hanya Betsy. Polisi, yang segera datang ke lokasi, juga mendengar suara peringatan dari speaker mobil itu. Polisi pun langsung menggedor pintu-pintu bangunan sepanjang jalan itu. Agar penghuninya segera menyelamatkan diri.
Ada enam polisi yang menggerakkan evakuasi di pagi hari Natal itu. Dua di antaranya polwan. Enam polisi ini lantas dianggap pahlawan oleh wali kota Nashville. Berkat enam orang itu bom yang begitu besar tidak mengakibatkan korban jiwa. Gedung AT&T termasuk yang rusaknya parah. Termasuk sampai mengganggu jaringan telepon di tiga negara bagian sekitar Tennessee.
Polisi masih menyelidiki motif bom Natal itu. Tapi Gubernur Tennessee sudah langsung minta kepada Presiden Donald Trump untuk menyatakan keadaan darurat di negara bagian Tennessee. Adakah yang bunuh diri itu wanita? Atau hanya rekaman suaranya saja yang wanita?
Adakah dia/ia bunuh diri dulu sebelum bom meledak? Atau mati akibat bom?
Yang juga menarik, mengapa sempat menyalakkan rentetan tembakan? Sampai tiga kali? Dengan jarak waktu yang cukup lama? Sehingga banyak orang sempat menyelamatkan diri?
Mobil rekreasi tersebut menjadi sumber utama penelusuran. Dari Google map diketahui mobil tersebut pernah parkir di halaman salah satu rumah, di pinggiran kota Nashville. Tepatnya di distrik Antioch, hanya 10 menit dari pusat kota.
Maka FBI menyelidiki rumah itu. Kosong. Pemiliknya adalah Anthony Quinn Warner. Laki-laki. Umur 63 tahun. Tidak punya istri. Nama itu cocok dengan nama pemilik mobil-rekreasi yang meledak. Lalu dilakukan pencocokan DNA. Antara DNA yang terdeteksi di rumah itu dengan DNA yang tersisa di bekas ledakan. Cocok sekali.
Yang sulit adalah mencari apa motifnya. Ia memang seorang penggemar komputer. Pekerjaannya sebagai kontraktor perbaikan komputer. Yang dikerjakan di rumahnya.
Para tetangga mengenalnya sebagai orang yang pendiam dan jarang menyapa. Dulunya Warner tinggal di rumah sekitar 2 Km dari situ. Rumah itu dijual. Lalu pindah ke rumah duplek yang sekarang ini.
Penduduk sekitar menganggap beberapa rumah duplek di situ banyak ditempati penyewa. Yang datang dan pergi. Warner pun semula dikira sewa di rumah itu. Awalnya mobil rekreasinya itu selalu diparkir di pinggir jalan depan rumah –yang cukup lebar dan sepi. Memang itu jalan kompleks. Bukan jalan umum.
Tapi beberapa hari lalu, Warner membuat tempat parkir khusus mobil besar itu. Di pekarangan rumah. Lalu memindahkannya ke pekarangan. Di pekarangan itu juga terlihat ada antena tinggi. Rupanya itu bagian dari peralatan kerja Warner.
Belakangan ia juga membangun rams untuk naik ke teras rumahnya. Dengan rams itu anjingnya tidak perlu naik trap tangga. Anjingnya itu sudah tua. Sudah lemah. Tidak kuat lagi kalau harus naik trap. Ia begitu sayang pada anjing itu. Maka tidak mungkin ia akan berbuat yang bisa mencelakakan banyak orang.
Pertanyaan yang juga dijawab adalah: mengapa ia memarkir mobil-bom itu di dekat gedung AT&T. Adakah karena ia tahu AT&T lagi agresif mengembangkan jaringan 5G? Sedang, kata polisi, ia tidak setuju dikembangkannya 5G –sebagai alat yang akan menghilangkan hak-hak dan rahasia pribadi warga negara.
Kata polisi: Warner pernah punya pacar. Wanita yang tinggal jauh sekali: di Los Angeles. Ditemukan email terakhirnya: ia menyerahkan mobilnya ke mantan pacar itu. Ia juga menjual rumahnya ke seorang wanita, dengan harga 0 dolar.
Dengan memasukkan mobil rekreasi ke pekarangan, menyerahkan mobil ke mantan pacar, menjual rumah dan membuatkan rams untuk anjing tuanya, terlihat ada rahasia yang sedang dipikirkannya. Ia juga diketahui sudah kirim email ke semua pelanggannya: tidak lagi menerima pekerjaan perbaikan komputer.
Suara wanita di speaker mobil tadi pun mungkin bukan benar-benar suara wanita. Kelihatannya itu suara yang diolah di komputer. Belum banyak latar belakang Warner yang bisa diungkap secara detail. Rasanya ia penggemar lagu hit ”Down Town” yang dinyanyikan Petula Clark di tahun 1964. Lagu itu terkenal sekali di zamannya. Di zaman Warner muda.
Itu terlihat dari speaker di mobil-rekreasi yang meledak tersebut.
Polisi sempat heran. Setelah menit yang dijanjikan habis, ternyata mobil tidak langsung meledak. Suara di speaker-nya justru pindah ke lagu ”Down Town” yang juga pernah dinyanyikan Dolly Parton itu. “Di down town lampu bersinar lebih terang. Ke sanalah. Kalau hatimu lagi gundah” begitu kurang lebih isi lagunya. Setelah lagu itulah mobil tersebut meledak.
Lagu itu memberi kesempatan lebih banyak lagi orang selamat. Polisi yang sudah tiba di dekat mobil itu sempat meneriaki orang tua. Yang baru keluar dari apartemen. Ke arah mobil-rekreasi diparkir. Orang tua itu tampak menuntun anjing. “Masuk kembali ke dalam. Lari!“ perintah polisi keras-keras. Mobil pun meledak. Polisi menjatuhkan diri ke aspal. Selamat. Lalu masuk ke gedung tempat orang tua tadi masuk. Tergeletak. Tapi tidak luka sedikit pun. Demikian juga anjingnya.(dahlan iskan)