Bang Jamal Impianku

0
36
Riri Nurwulandari (kanan)
Riri Nurwulandari (kanan)

Pernah tidak sih kita lupa atau berusaha melupakan ketika kita sekolah dulu? Atau malah ingat terus dengan aktivitas di sekolah? Tentu jawabannya beragam. Biasanya peristiwa yang paling ingin dilupakan adalah peristiwa yang paling menyedihkan (kalau menyakitkan banyak juga sih) atau sebaliknya, yang paling menyakitkan yang paling diingat.

Kalau saya yang paling diingat itu adalah ketika saya di sekolah Taman Kanak-Kanak (alhamdulilah pernah mengalami  walaupun saya termasuk angkatan jebot). Waktunya istirahat, saya dan 5 teman lainnya bukannya main perosotan di taman, malah terbujuk rayuan si Dewa untuk mengganggu sekelompok daun yag tengah hidup bahagia dengan anak daun lainnya.

Disuruhnya saya menodai helainya dengan menyentuh dan menggosokkannya ke dagu saya. Alhasil selang beberapa waktu seluruh muka saya membengkak dan gatal-gatal panas tak karuan, seakan daun itu membalas dendamnya karena sudah mengganggunya. Besoknya saya baru tahu nama daun itu… kak PULUS, yang terlahir dari bapak dan ibu yang banyak uang mungkin. (Apa hubungannya? Lho pulus kan bahasa arab toh? Artinya uang kan? Maaf kalau salah). Rupanya  saya tidak akan melanjutkan cerita saya tadi. Masih teringat sampai sekarang serangan maut daun itu dan masih banyak lagi cerita seru, lucu, sedih, gokil yang kalau diceritakan takkan ada habisnya.

Di tempat saya  mencari sebongkah berlian (kalau sesuap nasi terlalu sedikit dan umum, walaupun mustahil juga rasanya mendapatkan sebongkah berlian, saya pasti sudah kaya raya jika mendapatkannya), ligkungannya itu terdiri atas anak-anak ajaib pencari identitas dan jati diri (lho selama ini dikemanakan? Hilang?). Ada sekelompok anak, -maaf saya sebut  anak karena kalau saya bilang siswa nanti ketahuan ligkungan kuli saya (???? Oalaah)- yang sibuk dengan skincare-nya, setiap ada waktu keluar kelas mereka buru-buru membasuh mukanya dengan benda yang membuat leher mereka hitam (maksudnya? Pemutih muka gitu?), atau lekas touch-up memoles bibir  agar terlihat seperti habis minum minuman bersoda berwarna merah, yang tak bisa hilang jika dihapus.

Ada pula sekelompok anak yang berkutat dengan pelajarannya yang ada di gawai mereka, yakin…berkutat dengan pelajaran? Ya pelajaran membuat tulisan dalam bentuk komentar  di media sosial, hehe.. atau sibuk mengedit sana sini muka mereka agar terlihat glowing dan woow banget di aplikasi tertentu guna keperluan pameran. Pamer foto editan di aplikasi khusus memuat foto. Ada juga yang serius mengulang-ulang pelajaran seni budaya bab tarian. Setelah berlatih keras supaya kompak, muncullah mereka di aplikasi yang namanya seperti orang mengetuk pintu dengan diiringi musik dan lagu yang sedang hits. Entah apa yang merasukinya. Ada lagi yang membuat hati adem, mereka sholat berjamaah, membaca quran berjamaah, kajian mendengarkan ceramah berjamaah tentang bahaya ghibah. Setelah selesai kajian mereka menggerutu dan membicarakan guru mereka yang pelit nilai, kasih tugas seabreg, hanya dekat yang pintar dan cantik, suka dandan berlebihan (laaahhh….perasaan tadi baru dengar ceramah tentang bahaya ghibah). Ada yang duduk di pojok ruangan sesenggukan tak jelas dan hanya ditemani  3 buah pot bunga yang bunganya sudah kering karena tak ada yang peduli untuk menyiramnya. Rupanya dia sedang mengalami masalah yang sangat berat, diputuskan pacarnya setelah dia datang ke rumah pacarnya hanya memakai sendal jepit dan kaus butut jatah pembagian kampannye pasangan calon kepala daerah, hiks.. hiks.. begitulah cinta kunyuk. Ada pula yang punya penyakit aneh, jika kambuh penyakitnya maka mereka akan berjalan terhuyung menuju ruang kesehatan, namanya penyakit alergi guru killer dan pelajaran berpikir keras walaupun sudah dikasih rumusnya. Jadilah mereka langganan menghabiskan obat-obatan yang berfungsi mengobati sakit kepala. Ada juga siswi yang jadi rebutan senior karena jinak-jinak merpati. Malah ada yang jadi langganan di-bully teman karena menolak kasih contekan pas ulangan.  Apakah Anda pernah mengalami seperti mereka? Atau lebih dahsyat dan seru? Pastinya.

Yaah begitulah mereka. Dengan dunianya sendiri tanpa harus merasa risih dan terganggu dengan dunia orang lain. 3 tahun masa putih abu memang penuh lika-liku, banyak yang bersemangat kuliah tapi dipatahkan dengan sendirinya dengan alasan klasik sampai alasan modern. Memang ada alasan modern? Ada, menikah. Itu menurut saya alasan yang modern. Banyak juga yang sukses meniti kariernya di segala bidang.

Yang paling saya suka adalah ketika saya melihat anak laki-laki  (saya tidak bilang sekelompok anak, karena yang datang memang hanya satu) berjalan santai ke arah saya sambil membawa kertas-kertas dan buku tulis yang sudah banyak terisi oleh tulisannya, yang tidak bisa juga dikategorikan tulisan rapi. Dengan senyum dan sapaannya yang khas, intonasi yang rendah dan diselingi tawa renyah yang malu-malu bertanya tentang apa yang sedang dikerjakannya, tentang cara menulis artikel, opini, proposal, karya tulis, karya tulis ilmiah, dan lain-lain.  Intinya segala sesuatu tentang penulisan. Dan seperti biasa dia mau belajar dan memperbaiki. Anak seperti ini biasanya yang ingin berhasil, yang ingin memuliakan orang tua dan keluarganya dengan bercita-cita masuk perguruan tinggi negeri impiannya. Ingin memakai jaket almamater impiannya. Lewat segudang prestasi andalannya, maka bisa dipastikan anak ini berhasil diiringi doa tulus dari orang tua dan dukungan guru-guru tercintanya. Dan terbukti, bang jamal impiannya sudah dimilikinya. Yaah bangga memakai jaket almamater impiannya (bang jamal). Maaf kalau judul dan isinya diluar ekspektasi, hehe, karena bang jamal itu bukan subyek yag menjadi impian, melainkan akronim yang saya ciptakan sendiri. Sampai sini paham?

Mungkin anak seperti dialah calon pemimpin sejati, yang mampu memimpin dirinya sendiri tanpa bingung harus berbuat apa, tanpa malu untuk bertanya, tanpa takut untuk melangkah. Karena hanya keyakinan kepada sesuatu yang baik yang dapat membimbing kita ke arah kebaikan pula.

Tulisan ini saya dedikasikan untuk semua murid saya, terutama  untuk MHT.