Temuan IPCR, Pemilihan Ketua RT/RW Cilendek Barat Dinilai Janggal

0
216
Ilustrasi pemilih di Kota Bogor
Ilustrasi pemilih di Kota Bogor
Ilustrasi-Pemilhan-Ketua-RT
Ilustrasi Pemilihan Ketua RT

BOGOR-RADAR BOGOR, Mekanisme pemilihan ketua RT dan RW di wilayah Kelurahan Cilendek Barat, dinilai janggal oleh Ikatan Pemuda Cilendek Raya (IPCR) Kota Bogor.

Turun langsung ke lapangan, IPCR menemukan proses pemilihan, baik yang sudah dilakukan maupun yang akan dilakukan pertengahan bulan ini, tak sesuai dengan peraturan pemerintah pada proses pesta demokrasi tersebut.

Ketua Dewan Pembina IPCR Kota Bogor Brian Angga Prawira mengatakan, salah satu informasi yang dihimpun IPCR, bahwa terjadi kejanggalan pada proses pemilihan Ketua RT 01 RW 09.

Kejanggalan itu mulai dari tata cara pemilihan, termasuk masa bakti yang dinilai mengada-ada. Seperti calon yang sudah dua periode menjabat. Namun akan kembali mencalonkan diri. Sehingga menuai banyak kontra dan aturan yang ada dianggap multitafsir di kalangan masyarakat.

“Bagaimana bisa hal seperti ini bisa terjadi, diharapkan kepada pihak terkait khususnya pihak Kelurahan Cilendek Barat untuk terjun ke lapangan dan mencari solusi atas permasalahan tersebut,” ujarnya kepada Radar Bogor, Rabu (1/1/2019).

Memang, kata Brian, hal itu terlihat sepele. Namun, jika proses pemilihan setingkat RT atau RW yang ngawur dibiarkan, maka bisa merusak pesta demokrasi warga itu. Karena itu, perhatian serta pengawalan pihak kelurahan sangat dibutuhkan.

Selain untuk bisa lebih mensosialisasikan, hal itu juga bisa menjaga pesta demokrasi lima tahunan itu. “Sehingga nantinya benar-benar mandapatkan Ketua RT/RW yang relevan dan mumpuni sebagai pelayan masyarakat, bukan menjadi ajang niatan lain dibalik jabatan tersebut,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua Umum IPCR Kota Bogor Toga Marsauli mengungkapkan, bahwa sebetulnya di RW 09 terdapat dua RT yang mendapat sorotan. Yakni di RT 01 dan RT 02. Di wilayah tempat tinggalnya RT 02/09 sudah menjabat dua periode.

Namun menurut penuturan mereka yang mengklaim diperkuat oleh penjelasan Lurah Cilendek Barat, bahwa intinya mereka boleh kembali mencalonkan diri sebagai Ketua RT/RW untuk periode 2020-2025.

“Hal ini dirasa telah melanggar aturan yang ada dalam Permendagri 18/2018, peraturan yang membahas tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Lembaga Adat Desa, pasal 8 Ayat 4,” ungkapnya.

Selain itu, sambung dia, untuk kasus yang terjadi di RT 01, lantaran Ketua RT 01 yang saat ini menjabat merupakan pengganti Ketua RT sebelumnya yang mengundurkan diri beberapa bulan sebelum masa jabatannya berakhir.

Mekanisme yang dilakukan dirasa sudah tidak sesuai prosedur, lantaran pemilihan Ketua RT pengganti tidak dilakukan secara musyawarah oleh Pengurus RT 01. Dan Ketua RT pengganti terpilih bukan merupakan Pengurus RT 01 kala itu.

Kemudian, untuk pemilihan yang akan berlangsung pada pertengahan Januari 2020, juga enggan dilaksanakan di lingkungan tersebut dengan alasan Ketua RT pengganti dapat secara otomatis melanjutkan kepemimpinannya selama beberapa tahun ke depan dan SK-nya diberikan di kemudian hari.

“Kondisi ini dinilai telah melanggar Peraturan Walikota Bogor nomor 77 Tahun 2014 Pasal 25 ayat 2 yang berbunyi pengurus RT yang berhenti atau diberhentikan, diganti sementara oleh pengurus yang ada melalui musyawarah pengurus hingga Ketua RT yang baru terpilih,” jelas dia.

Terpisah, Lurah Cilendek Barat Aliyas mengungkapkan, bahwa mekanisme pemilihan sudah tertuang secara jelas di dalam Perda 10/201, Perda 11/2012 dan Permendagri 18/2018. Jika berdasarkan hal itu, maka Ketua RT yang sudah menjabat dua periode tidak boleh lagi mencalonkan diri.

Namun, ada pengecualian apabila tak ada orang lain yang ingin maju maka penjabat sebelumnya boleh dipilih lagi. “Makanya asas musyawarah mufakat yang menentukan, peran panitia juga harus jeli,” jelasnya.

Kemudian, sambung dia, terkait jabatan RT yang hanya menggantikan di tengah perjalanan RT sebelumnya alias PAW, maka sebaiknya dilakukan pemilihan kembali. Namun, ketika Ketua Panitia sudah terbentuk maka itu menjadi wewenangnya.

“Kalau rekomendasi saya asas musyawarah mufakat saja yang menentukan sebagai wujud demokrasi,” pungkasnya. (gal/c)