BOGOR–RADAR BOGOR,Sejumlah pedagang tradisional, melalui kuasa hukumnya, Mochamad Herlangga, mengajukan gugatan uji materiil (judicial review) Peraturan Daerah (Perda) Kota Bogor Nomor 10 Tahun 2018, yang merupakan Perubahan Perda Kota Bogor Nomor 12 Tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Gugatan tersebut dilayangkan pada 5 Desember 2019 dan sudah tercatat dengan nomor perkara 4P/HUM/2020.
Kuasa Hukum Penggugat Herlangga menegaskan, Perda KTR Bogor dianggap cacat hukum karena dalam pembentukannya tidak mengikuti aturan perundang-undangan yang berlaku serta mengandung ketentuan yang jauh di luar kewajaran.
“Kami berharap Mahkamah Agung dapat membatalkan Perda KTR Bogor yang bermasalah guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan para pemohon uji materiil, pemangku kepentingan dan pihak yang terdampak lainnya, serta mencegah timbulnya kesewenang-wenangan pejabat pemerintahan daerah di kemudian hari,” ujar Herlangga.
Dia menjelaskan, secara khusus persoalan terdapat pada Perda KTR Nomor 10/2018 Pasal 16 Ayat 2 mengenai larangan pemajangan (display,red) produk rokok. Ini adalah ketentuan yang sama dengan Perda KTR Bogor Nomor 12/2009 Pasal 16, yang keliru dan melanggar hukum dan sudah diakui Pemerintah Kota Bogor.
Pengakuan kekeliruan dan pelanggaran hukum itu telah dicantumkan dalam Berita Acara Kesepakatan Penyelesaian Sengketa Peraturan Perundang-undangan Melalui Jalur Non-litigasi tanggal 20 September 2018, yang digagas Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Keberadaan Perda KTR telah memicu polemik dan berbagai permasalahan di masyarakat Kota Bogor. Apalagi, selain menabrak Kesepakatan Non-Litigasi, Perda KTR Bogor juga bertentangan dengan Perda KTR Provinsi Jawa Barat, notabene adalah aturan yang berada langsung di atasnya.
Akibatnya, muncul keresahan para pelaku usaha akibat ketidakpastian usaha. “Berbagai kontroversi, reaksi-reaksi negatif serta kecaman, dan kritik dari para pemangku kepentingan dan berbagai lapisan masyarakat juga turut mengemuka,” ujar Herlangga.
Langkah judicial review sejalan dengan upaya pemerintahan Presiden Joko Widodo yang hendak melakukan harmonisasi terhadap peraturan dan perundang-undangan yang saling tumpang-tindih, sehingga menimbulkan hambatan investasi.
Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim menjelaskan, Pemkot Bogor menyerahkan penyelesaian permasalahan tersebut ke bagian hukum. “Kabag hukum yang handle,” ucapnya.
Sementara Wali Kota Bogor Bima Arya menuturkan, pengesahan revisi Perda KTR Kota Bogor diklaim sudah sesuai prosedur. Bima mengakui sejauh ini Pemkot Bogor sering mendapatkan tekanan dari pengusaha tembakau atas aturan larangan pemajangan rokok. Namun demikian, Bima Arya mengaku tetap akan memberlakukan aturan tersebut di Kota Bogor.
“Kami tidak akan mundur atas serangan industri rokok. Kami memang dihantam terus, tetapi saya yakin itu hanya permainan kata-kata. Otak-atik pasal saja. Karena saya yakin secara undang-undang kita masih on the track. Sejauh ini enggak ada masalah, kalau ada gugatan kita hadapi,” tukasnya.(ded/c)