BOGOR-RADAR BOGOR, Wali Kota Bogor Bima Arya menggelar sarasehan bersama akademisi, warga, komunitas hingga budayawan di Balaikota Bogor, Rabu (29/1/2020).
Pertemuan tersebut untuk mendengar masukan dari perspektif berbagai elemen yang diundang terkait penataan kawasan Batutulis yang memiliki nilai sejarah Kerajaan Sunda Pakuan Pajajaran.
Tampak hadir dalam kesempatan tersebut Dirjen Kebudayaan pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar farid yang menyampaikan materi ‘Strategi Pemajuan Kebudayaan’, Dosen Sejarah Sunda Universitas Padjadjaran Bandung Prof Nina Herlina Lubis yang menyampaikan materi ‘Menyusuri Jejak Langkah Karuhun Kasundaan dan Pajajaran’, Wakil Wali Kota Bogor Dedie Rachim, Sekda Kota Bogor Ade Sarip Hidayat, Rektor Universitas Pakuan Bibin Rubini dan moderator Atang Supriatna yang merupakan Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Universitas Pakuan Bogor.
“Hari ini kami ingin mendengar masukan dari perspektif akademis, sejarah, budaya dan juga dari para budayawan terkait dengan perencanaan penataan kawasan Batutulis. Selama ini memang banyak sekali versi di mana lokasi sesungguhnya dari Kerajaan Sunda Pakuan Pajajaran. Tapi cukup kuat literatur sebagian referensi yang mengarahkan bahwa pusat kerajaan ada di kawasan Batutulis,” ungkap Bima.
Namun, lanjutnya, sarasehan tersebut tidak akan membahas ke arah lokasi kerajaan. Melainkan lebih kepada program besar penelusuran sejarah dan ‘menghidupkan’ kembali budaya Kerajaan Pajajaran dengan memulai dari satu titik yaitu, Prasasti Batutulis.
“Selama ini kita melihat kondisinya ya begitu-begitu saja. Lahannya tidak terlalu besar, dikunjungi oleh 100-200 orang dalam satu bulan. Tidak banyak,” jelasnya.
Bima meyakini para budayawan dan stakeholder lainnya memiliki cita-cita dan mimpi yang sama untuk mengembangkan kawasan bersejarah di mana terdapat peninggalan salah satu kerajaan terbesar di nusantara.
“Insya Allah kita akan mulai melakukan penataan dari titik ini. Kalau kita lihat memang lokasinya terlalu kecil dan ingin kita kembangkan menjadi museum. Karena itu direncanakan ke depan akan ada perluasan lahan. Disebelahnya yang menurut informasi ada rumah Ibu Megawati. Insya Allah sudah diproses untuk diajukan kepada keluarga Ibu Mega. Kalau bisa dihibahkan tentunya sangat baik, tapi kita lihat saja bagaimana perkembangannya,” ujar Bima.
Kemudian, lanjut Bima, di sebelahnya ada Sekolah Dasar Negeri (SDN) Batutulis yang nantinya mulai dikoordinasikan untuk bergeser ke kawasan lain yang tidak jauh dari lokasi sebelumnya.
“Cukup luas lokasi SD Batutulis ini. Dan memang sudah tidak memungkinkan keberadaan SD di situ karena trafik di situ cukup padat dan terlalu dekat ke jalan raya, khawatir anak-anak SD nyebrang rawan kecelakaan menurut kepala sekolahnya,” terang dia.
Bima Arya pun menampilkan desain sementara untuk didiskusikan dengan para budayawan dan publik.
“Ini hanya ide awal dari konsultan seperti ini. Kita presentasikan ke publik, supaya ada gambaran untuk kemudian dapat diambil masukan-masukan. Ada tempat parkirnya, ada pusat informasi, kegiatan kesenian, ada ruang publiknya juga, diorama kerajaan dan lain sebagainya. Bisa jadi nanti dua lantai,” jelasnya.
Dosen Sejarah Sunda Universitas Padjadjaran Bandung Prof Nina Herlina Lubis menyatakan dukungannya terhadap rencana Wali Kota Bogor dalam menata kawasan Batutulis.
“Saya sangat mendukung usaha pak wali kota untuk memulai dengan melestarikan peninggalan Kerajaan Sunda ketika berpusat di Pakuan Pajajaran. Ini adalah tahap awal dan tadi saya tahu bahwa pak wali kota ini visioner,” ujar Nina.
Prof Nina pun memberikan masukan terkait penataan tersebut dengan menjadikan konsep living concert atau pertunjukan hidup lengkap dengan museum kerajaan.
“Sebetulnya ibukota pajajaran dahulu yaitu 9×11 kilometer. Tapi penataan ini nantinya tidak usah dengan membongkar infrastruktur yang sudah ada sekarang. Kita hanya melestarikan peninggalan yang 10 buah tersebar itu dan itu dihidupkan dengan living concert atau pertunjukan hidup jadi orang bukan kembali ke masa lalu tapi bagaimana itu direfleksikan pada masa sekarang seperti ini,” terangnya.
Ia menambahkan, ke depannya diharapkan Pemkot Bogor bisa menciptakan konsep ekomuseum seperti di Roma, Italia.
“Museum di Roma itu adalah perwujudan Roman Empire atau Imperium Romawi. Jadi satu kota itu punya tinggalan sejarah tapi tidak mengganggu masyarakatnya, malah sekota itu jadi museum. Tadi di dekat Batutulis itu kan peninggalannya ada. Saya sudah empat tahun meneliti ini dengan teman-teman untuk nantinya membuat seperti apa peta ibukota Pakuan Pajajaran dan saya melibatkan tidak hanya sejarawan, ada juga arkeolog, ahli geologi, ahli geodesi. Mudah-mudahan itu tepat,” pungkasnya.
Sarasehan tersebut kemudian ditutup dengan tradisi masyarakat Sunda, yakni ngaliwet. Di mana para tamu undangan makan bersama dengan posisi lesehan dan hidangan disajikan di atas lembaran daun pisang. (prokompim)