Ketua MPR Bersama Wali Kota Bogor Hadiri Persidangan Sinode Tahunan 2020 GPIB

0
376
Persidangan
Wali Kota Bogor Bima Arya bersama Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menghadiri sekaligus membuka Persidangan Sinode Tahunan (PST) 2020 GPIB se-Indonesia, di Aston Bogor Hotel and Resort, Rabu (26/2/2020).
Persidangan
Wali Kota Bogor Bima Arya menghadiri sekaligus membuka Persidangan Sinode Tahunan (PST) 2020 GPIB se-Indonesia, di Aston Bogor Hotel and Resort, Rabu (26/2/2020).

BOGOR-RADAR BOGOR, Wali Kota Bogor Bima Arya bersama Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menghadiri sekaligus membuka Persidangan Sinode Tahunan (PST) 2020 GPIB se-Indonesia, di Aston Bogor Hotel and Resort, Rabu (26/2/2020).

“Ada dua alasan mengapa saya hadir di sini. Pertama, peserta yang datang dari seluruh Indonesia semuanya berkumpul bersama-sama dengan semangat kebersamaan. Cocok dengan semangat Kota Bogor dari masa ke masa. Bersama dalam keberagaman. Semangatnya sama, niatnya sama, cita-citanya sama, dan tantangannya pun sama. Kita harus terus menguatkan, merapatkan barisan untuk terus bersama dalam keberagaman, apapun ceritanya,” ungkap Bima Arya.

“Alasan kedua, sebagian besar peserta menginap di hotel ini (Aston), sebagian lagi menginap di hotel lain yang ada di Kota Bogor. Artinya PAD bagi Kota Bogor. Jadi, saya berterimakasih sekali karena begini, biasanya acaranya di Kota Bogor tapi menginapnya di Jakarta. Tinggal nanti jalan-jalannya, asinan Bogornya, toge gorengnya, Soto Bogornya,  tas tajurnya dan lain-lain. Jadi menyumbang bagi kesejahteraan warga Kota Bogor,” tambahnya.

Dalam paparannya Bima Arya menyebut, bahwa Kota Bogor seperti setiap kota di Indonesia memiliki warisan yang luar biasa. “Ada bangunan pusaka, ada kebudayaan dan kesenian yang sangat indah, ada baju pangsi, ada totopong Sunda, ada kujang. Itu semua warisan. Tapi warisan yang paling berharga yang dimiliki oleh Kota Bogor adalah kebersamaan dalam keberagaman,” jelasnya.

Sejarah Bogor dari masa ke masa, kata Bima, adalah sejarah tentang kebersamaan dalam keberagaman. “Di pusat kota berdiri masjid, gereja, vihara dan tempat ibadah lainnya berdampingan dari masa ke masa, saling menolong, saling cinta satu sama lain. Para tokoh lintas agama mendapatkan tempat dan dimuliakan bersama-sama. Ini adalah pesan dan simbol yang kuat, bahwa ini harus dijaga dari masa ke masa,” kata Bima.

Bima Arya tak memungkiri bahwa tantangan merawat keberagaman masih ada dalam kehidupan sehari-hari. “Selalu ada orang-orang yang tidak belajar dari sejarah. Orang-orang yang tidak sadar bahwa yang ada di DNA mereka, mereka itu mewarisi DNA pejuang yang bersama dalam beragam. Ada orang-orang yang DNA tidak sesuai, entah karena DNA dari unsur asing, atau dari problem-problem keseharian yang membuat mereka memiliki DNA yang menyimpang. Selalu ada anomali itu karena itu ini harus menjadi kepedulian bersama,” terangnya.

Untuk itu, lanjutnya, Pemkot Bogor terus berikhtiar dalam merawat DNA tersebut. Hal tersebut dibuktikan dengan terus memperbanyak ruang-ruang terbuka publik sebagai sarana berinteraksi antar warga.

“Kami juga memasukan memperkuat nilai kebersamaan dan toleransi di masyarakat melalui kebijakan substantif dengan memasukkan nomenklatur penguatan toleransi ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD),” katanya.

Di tempat yang sama, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyatakan, kemerdekaan beragama pada hakikatnya adalah dasar terciptanya kerukunan antar umat beragama. Tanpa kemerdekaan beragama tidak mungkin ada kerukunan antarumat beragama.

Bamsoet juga mencermati perkembangan kehidupan antarumat beragama yang masih dihantui peristiwa yang tidak mencerminkan toleransi, tidak mengejawantahkan pemahaman Pancasila dan kebhinekaan, dan cenderung menepiskan visi ke-Indonesiaan. Berbagai persoalan yang dapat memantik konflik sosial horisontal tersebut tidak lahir dari pertentangan nilai-nilai agama, tetapi muncul dari pemahaman, interpretasi, dan pemaknaan yang keliru terhadap ajaran agama.

“Seluruh warga negara, utamanya pemerintah harus senantiasa hadir dalam upaya menjaga kemajemukan bangsa, dengan mempropagandakan paradigma dan cara pandang baru dalam melihat kemajemukan, yaitu bahwa kebhinnekaan adalah kekayaan yang menyatukan, bukan perbedaan yang memisahkan. Karena sesungguhnya, dari perbedaan itulah kita dapat belajar satu sama lain. Belajar mengakui dan menerima perbedaan, dan belajar membangun kesepahaman,” kata Bamsoet.

Sementara itu, Ketua Umum Sinode GPIB Pdt Paulus Kariso Rumambi menyatakan, dalam PST GPIB 2020 akan dibahas banyak hal, mulai dari evaluasi pelaksanaan program 2019-2020, penyusunan program kerja dan anggaran untuk 2020-2021, termasuk langkah-langkah membangun dialog GPIB dengan berbagai pihak.

PST GPIB 2020 berlangsung 26-29 Februari 2020, diikuti 685 peserta sebagai utusan seluruh GPIB yang ada di 26 provinsi. (prokompim)