Anak Kecanduan Gawai, Gangguan Jiwa Hingga Kriminal

0
156
ilustrasi kencanduan gawai
ilustrasi kencanduan gawai

BOGOR-RADAR BOGOR,Kejadian anak yang menghabisi nyawa bocah lima tahun di Jakarta Pusat, membuat banyak orang mengelus dada.

Lagi-lagi, orang tua punya peran vital dalam membentuk tingkah laku atau perangai anak-anaknya.

Psikolog Bogor, Retno Lelyani juga tak menyangka, kejadian semacam itu menimpa anak-anak.

Hasrat membunuh bahkan sudah terbentuk sejak usia yang masih tergolong remaja itu. Padahal, selama ini diagnosis psikopat lebih banyak dialami orang dewasa.

Tentu saja, miris mengetahui seorang anak remaja mengakui perbuatan keji itu tanpa sedikit pun rasa sesal.

“Teman-teman psikolog klinis dan forensik di Jakarta sedang melakukan pemeriksaan (terhadap anak itu),” beber Retno, yang dikonfirmasi Radar Bogor, Minggu (8/3). Ia juga dibuat tercengang dengan kejadian di luar nalar itu.

Perlu upaya preventif untuk mengantisipasi kejadian semacam itu. Termasuk dengan menghindari berkenalan dengan orang asing.

Anak-anak mesti diajarkan terkait self defense. Ia menyarankan, anak-anak dengan usia di bawah tujuh tahun mendapatkan pengawasan saat bermain. Sebaiknya, jika perlu, bermain didampingi orang dewasa.

Selain itu, media yang ditonton bisa memberi pengaruh terhadap perilaku.

Perkembangan saat ini memberikan keleluasaan yang tidak terbatas kepada siapa pun untuk mengakses media sosial, termasuk tontonan seperti Youtube.

“Apa yang kita lihat bisa kita tiru. Itulah proses belajar sosial. Mungkin saja anak pelaku itu kerap menyaksikan tayangan yang sadis, sehingga terekam dalam dirinya,” tutur Psikolog PTP2A Kabupaten Bogor ini.

Kurangnya pengawasan orang tua memang terlihat dalam kasus remaja itu. Kedua orang tuanya dikabarkan bercerai. Menurut Kepala Biro Psikologi Rumah Cinta Cibinong ini, pola pengasuhan yang tidak tepat memicu anak memiliki konsep yang salah. Pola pengasuhan termasuk dalam membimbing, menemani, dan membatasi waktu hingga jenis tayangan yang ditonton si anak.

“Iya (broken home berpengaruh dalam perkembangan anak). Walaupun tidak selalu. Karena ada beberapa kasus anak yang broken home justru bisa membuat diri bermakna untuk diri dan keluarganya. Secara jumlah, memang, kebanyakan perceraian memicu anak memiliki lebih banyak problem,” terangnya lagi.

Retno kerap mendapati kliennya yang hendak bercerai. Hanya saja, ia bersyukur jika pasangan itu masih ingin datang ke psikolog sekadar menangani masalah psikologis anak-anaknya sebagai dampak perceraian nantinya. Anak-anak memang seharusnya diberikan pandangan netral terkait perpisahan kedua orang tuanya.

“Bukankah anakmu adalah amanahmu. Jadi harus dididik, dijaga, dibimbing dengan baik agar tumbuh kembang akidah, akhlak juga bisa sempurna,” tutupnya. (mam/c)