BOGOR – RADAR BOGOR, Sektor usaha begitu terpukul atas merebaknya Covid-19 di Kota Bogor. Bagaimana tidak, semua tempat usaha tutup.
Ribuan karyawannya dirumahkan, bahkan tak jarang ada yang sampai di-PHK. Sebagai kota wisata, pendapatan dari sektor usaha juga seketika drop.
Seperti yang dikeluhkan salah satu pelaku usaha Kota Bogor, Muammar Thoriq. Pemilik beberapa hotel dan bank syariah di Kota Bogor ini mengaku kondisi perekonomian saat ini begitu memperihatinkan.
Sejak pembatasan dilakukan, operasional juga ikut berkurang. Ratusan karyawannya terpaksa dirumahkan, karena tak sanggup berikan honor.
“Sekarang kita pikirkan bagaimana nasib mereka. Mereka dirumahkan atau bahkan ada yang di-PHK. Sementara jika hanya mengandalkan bansos (bantuan sosial) juga rasanya tidak akan cukup. Di sisi lain, mereka punya tanggungan juga harus memikirkan itu,” keluh Muammar pada Radar Bogor, kemarin.
Maka dari itu, para karyawan yang dirumahkan rasanya harus diberikan kebebasan lebih. Seperti misalnya pembebasan angsuran dan lain – lain. Hal itu tak lain untuk mengurangi beban mereka saat ini.
Di samping itu pula, bagi para pelaku usaha sendiri, kondisi sekarang ini jadi serba salah. Di sisi lain operasional harus tutup, namun tanggung jawab untuk pajak, listrik, dan sebagainya tetap dilanjut.
“Sebenarnya kita ingin para pelaku usaha ini dirangkul, untuk bersama – sama memecahkan masalah dan mencari solusi. Semisal bansos untuk karyawan itu, para pelaku usaha bisa mengakomodir mereka yang harus mendapat bantuan. Kasihan mereka,” tegasnya.
Terpisah, hal itu juga diamini Ketua Kadin Kota Bogor, Erik Suganda. Menurut Erik, memang situasi sekarang ini begitu berat bagi para pengusaha.
Namun masalahnya, anggaran dari pemerintah daerah juga terbatas. Ikhtiarnya, adalah bagaimana usaha tetap berjalan namun tetap bekerja dari rumah.
“Omset sudah pasti turun, PHK juga tak tertahankan. Usul saya yang menjadi beban pengusaha sekarang ini dibebaskan saja, seperti pajak – pajak, iuran BPJS, dan lain – lain. Air, listrik, dan telepon juga gratiskan saja. Untuk efisiensi pengeluaran. Karena tidak mungkin pemerintah kasih bantuan untuk pengusaha,” ungkap Erik.
Hal serupa juga diungkapkan Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Kota Bogor, Zulfikar Priyatna. Bisa saja menurutnya tempat usaha tertentu yang masih bisa beroperasi. Hanya saja memang harus mengikuti dan memperhatikan protokol kesehatan yang ada.
“Roda ekonomi suka tidak suka pasti terkena imbasnya akibat pemberlakuan PSBB ini. Karena dari sisi konsumen juga pasti ada penurunan konsumsi, sekaligus kekhawatiran untuk bepergian,” jelasnya.
Produsen atau penyedia jasa bisa melakukan penyesuaian agar konsumen tidak berkerumun di lokasi usahanya. Selain itu juga dengan memanfaatkan teknologi digital atau online untuk meminimalisir interaksi.
“Yang rentan ini para pelaku usaha mikro dan PKL. Akan kesulitan untuk adaptasi teknologi digital. Makanya pelaku mikro dan PKL ini baiknya menjadi salah satu target untuk mendapat bantuan juga dari pemerintah,” tutupnya. (dka/c)