Sepekan PSBB, Banyak Warga Bogor Mengeluh Belum Terima Bantuan

0
563
BANTUAN: Petugas Kantor Pos cabang Cibinong merapikan tumpukan sembako bantuan Pemprov Jabar untuk warga terdampak penerapan PSBB. Hendi/RadarBogor
Petugas Kantor Pos cabang Cibinong merapikan tumpukan sembako bantuan Pemprov Jabar untuk warga terdampak penerapan PSBB. Hendi/RadarBogor

BOGOR-RADAR BOGOR, Bantuan pemerintah kepada masyarakat Bogor yang terdampak covid-19 dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) belum sepenuhnya diterima.

Hingga Rabu (22/4/2020) banyak warga dan RT mengeluhkan distribusi bantuan yang tak kunjung tiba.

“Enggak tahu kapan turunnya bantuan,” celetuk Saiman Indrarusmana kepada pewarta, Rabu (22/4/2020). Ketua RT 04 RW 02 Kelurahan Kebon Pedes, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor itu mengaku sangat keteteran.

Dia selalu ‘dicecar’ warga terkait bantuan pemerintah saban waktu. “Melihat kondisi begini kasian juga masyarakat. Harusnya ada konsep yang jelas dari pemerintah kapan bantuan ini datang dan segera diberikan untuk meredam kondisi susah ini,” ujarnya.

Bukan tanpa alasan Saiman meminta pemerintah bergerak cepat. Karena hasil pendataan warga terdampak Covid-19 di wilayahnya sudah dikirimnya jauh-jauh hari kepada pemerintah kota.

Tak sedikit warga yang mengeluhkan tidak makan karena tidak ada pendapatan. “Dampaknya sangat kerasa. Kan masyarakat juga butuh makan. Ini yang kita pikirkan bersama,” lirihnya.

Jika ditarik ke belakang, seharusnya bantuan pengamanan sosial sudah disalurkan kepada warga Bogor terdampak Covid-19 dan PSBB jauh-jauh hari.

Mengingat bantuan sosial disalurkan melalui tujuh jalur. Diantaranya, program keluarga harapan atau PKH, kartu sembako pangan nontunai, kartu prakerja untuk pengangguran dan bantuan sosial dari pemerintah pusat Rp600.000 selama tiga kali (3 bulan).

Sementara tiga jalur bantuan lain berada di pemerinta daerah. Yakni melalui dana desa sekitar 30 persen, dana sosial dari provinsi Jawa Barat Rp500.000 selama empat bulan dan dana sosial dari Pemerintah Kota dan Kabupaten Bogor.

Dari tujuh jalur bantuan sosial ini, baru dua bantuan yang sudah berjalan. Yakni bantuan Pemprov Jawa Barat yang mulai disalurkan pada 15 April lalu atau saat bertetapatan dengan PSBB Bogor.

Ada 8.046 kepala keluarga (KK) di Kota Bogor yang mendapat bantuan paket sembako senilai Rp350 ribu dan uang tunai Rp150 ribu. Sementara bantuan kedua dari pemerinah pusat berupa uang tunai Rp600 ribu mulai disalurkan, Rabu (22/4/2020) di Kota Bogor dengan kuota 31 ribu penerima.

Dari dua jalur bantuan itu, Saiman mengaku tak ada warganya yang mendapat bantuan. Karena itu dia berharap agar pemerintah mengimplementasikan bantuan yang sudah dijanjikan.

Menurutnya, dengan dilaksanakannya PSBB, maka pemerintah harus memberikan jaminan agar masyarakat tetap bisa hidup dengan baik.

“Kalau memang ada bantuan, ya diberikan lah sesegera mungkin walaupun sedikit. Yang penting berkelanjutan seminggu sekali. Kan ini program pemerintah yang udah dikoordinasikan dengan RT RW,” imbuhnya.

Tak hanya di Kebon Pedes, wilayah Kelurahan Babakan juga belum terjamah bantuan sosial pemerintah. Lurah Babakan, Heri Eriyadi mengatakan, masyarakat di kelurahannya masih belum mendapatkan bantuan sejak hari pertama diterapkannay PSBB.

“Bantuan pemerintah belum turun. Yang ada hanya bantuan sembako dan masker dari donatur yang dibagikan melalui Kelurahan Babakan, serta bantuan nasi kotak untuk warga yang membutuhkan,” ujarnya kepada Radar Bogor, Rabu (22/4/2020).

Heri mengaku, kelurahannya telah mendata masyarakat melalui masing-masing RT dan mengusulkan sebanyak 735 jiwa untuk mendapatkan bantuan pemerintah. Akan tetapi, belum ada yang mendapatkan bantuan.

Terpisah, Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A Rachim menjelaskan secara aturan warga yang menerima bantuan sosial pemerintah adalah warga miskin yang masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang saat ini masih dalam dalam pembaharuan data.

“Selain DTKS bantuan sosial juga diperuntukan bagi non DTKS. Mereka ini merupakan kelompok masyarakat yang terdampak Covid-19 dan juga warga miskin baru,” ujarnya.

Pemerintah kata dia masih terus melakukan pendataan agar masyarakat yang terdampak Covid-19 bisa terakomodir melalui jaring pengaman sosial. Hanya saja berdasarkan penjelasan gubernur Jawa Barat, mereka yang terdampak pandemi corona tapi masih memiliki aset dan tabungan tidak bisa dikategorikan sebagai miskin baru (misbar). “Jadi jalurnya ke sumber lain,” kata dia.

Saat ini pemerintah pusat hingga daerah bahu membahu menanggulangi penanganan Covid-19, dan memastikan masyarakat yang berhak akan mendapatkan bantuan baik berupa uang tunai atau dalam bentuk sembako.

“Jadi Pemerintah Pusat menangani DTKS, Pemerintah Provinsi menangani miskin baru, dan Pemerintah Kota Bogor menangani bantalan JPS (jaring pengaman sosial) atau 10 persen dari total bantuan,” ucapnya.

Sedangkan untuk bantuan presiden hanya menangani mereka yang terdampak di luar Kota Bogor, Kota Bekasi, Kota Tangsel dan Kota Tangerang.

Mantan Direktur KPK itu pun meminta RT/RW sebagai aparat di wilayah yang mengetahui situasi dan kondisi di lapangan benar-benar melakukan pendataan secara benar, sebelum akhirnya tercatat sebagai data kemiskinan di Kemensos.

“Kita revisi dan updating data DTK supaya sesuai fakta dan bukan teman, keluarga, atau sanak saudara,” tegasnya.

Beberapa kilometer dari Kota Bogor, Rohmah warga Cikaret, Kabupaten Bogor juga mengeluhkan bantuan sosial pemerintah yang tak kunjung diterima. Dia kebingungan membuat asap dapurnya tetap mengepul.

Suaminya yang bekerja sebagai tukang sate telah memutuskan berhenti bekerja sebulan lalu. Itu lantaran wabah Covid-19 telah memangkas jumlah pelanggannya. Ditambah lagi, anjuran pemerintah untuk menerapkan PSBB.

Perempuan berusia 55 tahun itu percaya saja dengan pemerintah. Harapannya, pemerintah pusat ataupun daerah benar-benar menepati janjinya untuk menjamin warga agar tetap di rumah.

Ada lima anggota keluarga yang bermukim di rumahnya. Termasuk anaknya yang telah dirumahkan dari pekerjaan buruh di pabrik.

“Saya sudah sempat setor data-data ke aparat pemerintahan. Tapi, sampai hari ini belum dapat bantuan juga. Orang-orang seperti kita kalau mau tinggal di rumah saja, mau makan apa. Perut mau diisi apa,” sesalnya.

Ia hanya bisa mengharapkan uluran bantuan dari berbagai instansi di tengah pandemi Covid-19. Salah satunya, bantuan sembako berupa beras dan mi instan yang berasal dari Baznas Kabupaten Bogor.

Meski sempat menjadi polemik, lantaran menimbulkan kerumunan, Rohmah tak peduli. Bagi mereka yang tak punya apa-apa, tinggal di rumah juga takkan bisa membuat perut mereka terisi.

Rohmah masih tergolong beruntung dibanding keluarga lainnya. Ia masih punya alternatif lain untuk mengumpulkan recehan di pundi-pundi keuangannya.

Ia aktif menawarkan obat dari salah satu produk ternama melalui media sosial (medsos). Sedikit pemasukan itu bisa membantu keluarganya yang kini kehilangan mata pencaharian utama.

Hanya saja, tak semua warga seperti perempuan asal Sukabumi itu. Tetangga-tetangganya sempat ikut menyambangi Baznas Kabupaten Bogor, sehari setelah Rohmah mendapatkan bantuan.

Sayangnya, mereka harus pulang dengan tangan kosong. Lantaran pagar kantor Baznas telah ditutup dan dipasang palang.

“Tetangga kami yang belum dapat pada kesana (Baznas). Sampai di sana ditutup bahkan diminta pulang. Bahwa bantuan sudah habis. Kasihan sekali,” ungkap dia.

Belum tersalurkannya bantuan pemerintah ini diakui Lurah Ciriung, Heru Irawan. Dia mengaku belum mendapatkan informasi terkait penyaluran bantuan dari Pemerintah Kabupaten Bogor.

Ia hanya mendapatkan kabar mengenai bantuan dari Pemprov Jabar yang telah disalurkan melalui driver ojol. Kalaupun telah tersalurkan, pihaknya tak begitu tahu siapa penerima dan jumlahnya.

“Sama (kalau bantuan dari pemkab). Belum ada tembusan. Kita belum tahu bagaimana teknisnya. Kalau (Kelurahan) Pabuaran Mekar udah lihat ada ojol bawa kardus bingkisan. Kalau saya belum tahu soalnya belum ada RT atau RW yang lapor ke saya,” imbuh dia.

Pemkab Bogor sebelumnya telah merangkum data sebanyak 341.616 rumah tangga miskin dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Sebagian keluarga miskin itu mendapatkan alokasi dari Kemensos dan Gubernur Jawa Barat.

Selain itu, Dinas Sosial Kabupaten Bogor juga mengeluarkan data non DTKS sebanyak 400.336 rumah tangga miskin. Sebagian dari mereka mendapatkan alokasi bantuan dari presiden dan Pemprov Jabar. Sisanya, 180.015 akan menjadi tanggungan Pemkab Bogor.

Bupati Bogor, Ade Yasin menargetkan, distribusi bansos itu rampung sebelum bulan Ramadan. Artinya, pemkab harus bekerja keras. Hanya tersisa sehari memasuki bulan Ramadan. Kehidupan warga miskin akan terasa lebih berat di waktu-waktu berpuasa.

“Data penerima manfaat masih terus diverifikasi. Namun, pembagian bantuan akan didahulukan bagi masyarakat yang datanya sudah valid. Di lapangan memang masih terjadi banyak kesalahpahaman terkait bantuan ini. Saya minta masyarakat untuk sedikit bersabar, karena kami masih terus melakukan verifikasi dan pembandingan data agar benar-benar sesuai dan tidak ada data ganda,” terang Ade.

Dia menegaskan, pihaknya telah menyiapkan bantuan berupa beras dengan berat 30 kg per rumah tangga miskin (RTM). Targetnya, sebanyak 200 ribu RTM sudah harus menerima manfaatnya sebelum bulan Ramadan. Setiap tahap pendistribusian, mereka menyiapkan 6.000 ton beras.

“Mekanisme pendistribusian kita akan menggandeng TNI dan Polri. Bantuan itu disalurkan selama tiga bulan berturut-turut. Jadi, pendistribusian beras akan dilakukan 21-24 April,” paparnya. (ded/mam/cr4/dka/d)