Derita Perantau Penyangga Ibu Kota, Jual Barang Hingga Cari Tempat Makan Gratis

0
49
Perantau
Petugas cek point Ciawi saat memeriksa salah satu muatan truk.
Perantau
Petugas cek point Ciawi saat memeriksa salah satu muatan truk.

BOGOR-RADAR BOGOR, Gelombang aksi nekad pemudik di sejumlah daerah saat pandemi Covid-19 terus berlangsung. Berbagai cara dilakukan mereka untuk menuju ke kampung halamanya.

Umumnya, mereka yang memaksa mudik adalah para perantau korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal.

Tak mampu lagi bayar kontrakan, juga tak kebagian bantuan menjadi alasan mereka untuk kembali ke kampung halaman.

radarbogor.id mencoba mendatangi dan menghubungi sejumlah perantau yang hidupnya terseok-seok akibat efek domino Pandemi Covid-19.

Pertama yang radarbogor.id temui adalah Anton Arif Saputro (31). Perantau asal Kulonprogo Jawa tengah itu sudah dua minggu menganggur terkena PHK dari pabrik tempat ia bekerja di Gunungputri, Kabupaten Bogor.

Tahun ini menjadi tahun terberat baginya. Sebagai tulang punggung keluarga, ia kini tak lagi mampu mengirim uang kepada keluarganya di kampung halaman. Bahkan untuk makan, ia harus mencari tempat yang menyediakan makanan gratis.

Sudah satu minggu, setiap hari, ia mencari informasi tempat makan gratis. Salah satunya adalah Rumah Makan Gratis di Gunungputri. Setiap hari ia selalu ke sana jelang waktu berbuka. Hanya untuk mengisi perutnya.

“Ada uang ini saya coba irit-irit. Kontrakan belum kebayar. Sekarang sudah benar-benar sangat minim tabungan saya,” ujar pria berusia 31 tahun itu.

Sadar tak lagi bisa bertahan di perantauan, tak ada pilihan baginya harus mudik.

Seluruh barang di kontrakan yang ia dapat dari bekerja bertahun-tahun ia jual. Mulai dari kulkas, televisi, speaker aktif juga laptop. Termasuk jaket dan sepatu.

Dalam kontrakan 4 x 5 meter itu tak ada lagi barang. Selain beberapa pakaian, kasur dan lemari. Itupun hendak ia dijual sebelum mudik.

Sebagian uang dari penjualan itu sudah dikirimkan ke kedua orang tua di kampung. Sebagian ia simpan di tabungan untuk modal mudik.

Sedangkan untuk barang berharga miliknya yang tersisa hanyalah handphone dan sepeda motor.

“Kalau bantuan tidak ada. Saya coba daftar kartu pra kerja tidak lolos. Ikhtiar untuk bertahan hidup sudah saya lakukan. Sekarang udah gak tau lagi. Cuman pulang kampung yang ada di pikiran saya sekarang,” curhatnya.

Anton pun memantapkan diri. Menggunakan sepeda motor, ia membawa baju seadanya untuk mudik ke kampung halamanya di Jawa Tengah.

Itu dilakukan agar tidak terlalu mencolok. Sudah dua hari iapun mencari jalan-jalan tikus agar tidak melintasi jalan utama. Tujuanya bisa terhindar dari razia cek poin. “Karena saya sering mudik pakai motor, saya hafal jalan-jalan tikus,” tuturnya.

Mudik adalah jalan terakhir baginya. Setelah semua ikhtiar ia lakukan pasca PHK.

Sabtu (2/5/2020) dini hari, Anton mulai berjalan. Berangkat pukul 02.30 WIB, ia memulai perjalanan pulang ke kampungnya di Kulonprogo, Jawa Tengah.

“Alhamdulilah sekarang saya sudah di kampung. Ini saya lakukan karantina mandiri 14 hari ke depan. Walaupun saya merasa tidak ada keluhan apapun,” tuturnya.

Kisah serupa dialami oleh Asep Mulyawan (28) perantau asal Kota Kembang Bandung.

Mudik menjadi jalan terakhir baginya. Ketidakpastian di perantauan, juga tak tau kapan redanya virus Corona, membuatnya terpaksa pulang kampung.

“Jujur, masih mau saya di Bogor. Tapi, saat ini gak bisa apa-apa lagi. Mending saya pulang,” ujar perantau asal Kecamatan Ujungberung, Kota Bandung saat dihubungi radarbogor.id Minggu (3/5/2020).

Perantau yang sebelumnya bekerja di bengkel sepeda motor di bilangan Cibinong itu melakukan perjalan Sabtu (2/5/2020) sore.

Mengendarai sepeda motor melintasi jalur Cikalong Cianjur lewat Citeureup, menuju Jalan Raya Tapos lanjut ke Jalan Raya Sukamakmur.

Setelah melintas di Jalan Raya sukamakmur, ia memilih jalur menuju arah Tanjungsari lewat Jalan Raya Gunungbatu.

“Isya saya sudah di Bandung. Sudah aman. Selain motor saya plat D, KTP saya juga bandung. Saya juga patuhi pakai masker juga sarung tangan. Jadi saat di cekpoin yang ada di Bandung tidak diberhentikan,” akunya.

Perihal kembali merantau ke Bogor, ia mengaku belum tahu. Mengingat belum pastinya pandemi Covid-19 ini berakhir. “Mungkin buka bengkel di rumah aja nanti rencananya,” tuturnya.

Razia Pemudik dari Truk, Mobil Box hingga Jalur Tikus

Aksi para perantau untuk bisa mudik terbilang nekad. Tak sedikit dari mereka rela tidur di atas bak truk hingga masuk box mobik pick up bersembunyi di selah-selah muatan barang.

Pun dengan para sopir truk juga mobil box. Masa sulit finansial akibat Covid-19 membuat mereka ambil kesempatan.

Dede (40) misalnya. Supir truk ini tak sengaja membawa pemudik. Namun di tengah perjalanan ia mengantarkan muatan dari Bekasi ke Sukabumi, ada saja ditemui yang ingin menumpang truknya. Hanya kali ini yang menumpang mau bayar tumpangan.

“Sering ada yang numpang atau ngompreng ke truk saya. Belakangan ini bedanya ada yang mau bayar. Ya saya terima saja, buat tambahan beli beras di rumah,” katanya kepada radarbogor.id saat istirahat di salah satu warteg, bilangan Jalan Raya Cigombong, Senin (4/5/2020).

Dede mengungkapkan, para pemudik ini sering kumpul di tempat-tempat truk istirahat. Baik itu tempat makan atau ngopi.

“Di sana ada transaksi. Satu penumpang dari bekasi ke Sukabumi itu mereka ada yang kasih Rp150 ribu sampai Rp200 ribu sekali jalan. Sekali narik bisa lima orang,” tuturnya.

Namun,saat ini dirinya mulai mengurangi aktifitas. Lantaran banyak teman seprofesi terkena razia dan diminta putar balik. “Jadi saya udah enggak berani,” dalihnya.

Namun, tidak untuk Dadang (38) sopir truk lainya. Ia mengaku masih membawa pemudik. “Masih cuman diakalin biar aman saat razia,” katanya kepada radarbogor.id Senin (4/5/2020).

Ia mengaku, hanya menampung maksimal dua orang pemudik saja. Dengan dalih keduanya adalah kernet. “Sejauh ini kalau diberhentikan masih aman,” tutur sopir truk asal Bekasi itu.

Sementara itu, Rudi Setiadi (29) pemudik asal Cikarang, Bekasi tak masalah hanya bisa duduk di bak truk dengan tertutup terpal. “Yang penting bisa pulang,” tuturnya.

radarbogor.id pun mencoba merasakan naik diatas bak truk milik Dadang. Rasanya, pengap, panas jauh dari kata aman dan nyaman.

Sementara itu, makin banyaknya warga yang nekad mudik berbahaya ini, membuat sejumlah penjagaan cek poin diperketat. Salah satunya di cek poin simpang tol Ciawi.

Tak mau kecolongan petugas memberhentikan setiap truk juga kendaraan bak terbuka serta mobil box.

“Yang kita curigai membawa pemudik kita berhentikan dan disuruh putar balik. Baik truk, mobil bak, mobil box hingga mobil pribadi yang kedapatan membawa penumpang banyak,” ujar Danpos Ciawi, Peltu Edi Rasbani Kepada radarbogor.id Senin (4/5/2020).

Tercatat hingga 30 april 2020 sudah 340 kendaraan pemudik yang disuruh putar balik di 55 cek poin yang ada di Kabupaten Bogor. (all)