Mencegah Krisis Keluarga Disaat Pandemi Covid-19

0
41
Rektor IPB University Prof Dr. Arif Satria
Rektor IPB University Prof Dr. Arif Satria
Arif Satria
Rektor IPB University Prof Dr. Arif Satria

BOGOR-RADAR BOGOR, Hasil riset mengenai ketahanan keluarga merupakan rangkaian dari hasil-hasil riset yang dilakukan IPB akibat dampak Covid-19, baik terhadap ekonomi makro dan ketahanan pangan.

“Ini dapat menjadi bahan penting untuk dijadikan landasan kebijakan bagi pemerintah,” ujar Rektor IPB University Prof. Arif Satria dalam keterangan tertulisnya yang diterima radarbogor.id.

Ia juga menginginkan bahwa kebijakan-kebijakan yang diambil selama Pandemi adalah kebijakan yang berbasis pada saintifik. Dengan adanya kekuatan sains maka kebijakan akan lebih efektif dalam menjawab persoalan.

Prof. Dr. Euis Sunarti Guru Besar Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor (IPB) melakukan kajian terhadap ketahanan keluarga saat pandemi Covid-19 yang telah berlangsung sejak Maret 2020 dengan melakukan survey online yang diikuti 1337 responden.

Dari total responden tersebut tiga perempatnya berpendidikan tinggi, dan sebagian besar terkategori tidak miskin. Hasil kajian tersebut disampaikan melalui acara Webinar The 14th IPB Strategic Talk yang diselenggarakan oleh Direktorat Publikasi Ilmiah dan Informasi Strategis (DPIS), IPB University, Jumat (19/6/2020).

Pemaparan hasil kajian ditanggapi tiga orang pembahas yaitu Prof. Fasli Jalal, Dr. Lala M Kolopaking, dan Tubagus Achmad Choesni, Deputi Bidang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan dan Perlindungan Sosial-Kemenko PMK RI.

Acara tersebut dibuka Rektor IPB University Prof. Arif Satria. Prof.Dr. Euis Sunarti menyampaikan hasil kajiannya, yakni Dampak Covid-19 ternyata menunjukkan gangguan ketahanan pangan, tekanan ekonomi, dan stres, serta menurunnya kesejahteraan keluarga saat menghadapi pandemi Covid-19.

Hanya 38,7 persen responden yang memiliki tabungan untuk memenuhi kebutuhan keluarga sampai 6 bulan, bahkan 53% responden mengakui hanya memiliki tabungan kurang dari 2 bulan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Demikian halnya hasil survey pada bulan kedua pandemi menunjukkan hasil yang relatif senada. Tingginya tekanan ekonomi keluarga seiring beragam PHK dan terhentinya kegiatan ekonomi masyarakat. Sebagai solusi dalam upaya mencegah krisis keluarga.

Ia mengharapkan agar ketahanan fisik ekonomi, ketahanan sosial, ketahanan psikologis dan kelentingan keluarga tetap dijaga dengan jalan Kementerian dan lembaga terkait agar melakukan penanggulangan pandemi yang efektif, bantuan ekonomi keluarga, jaminan ketahanan pangan dan dukungan sosial keluarga.

Resiliensi keluarga dalam menghadapi pandemi sangat tinggi. Ini bisa menjadi modal sosial dalam menghadapi pandemi dan memulihkan kondisi pasca pandemi.

Hal ini sangat dipengaruhi oleh dukungan sosial dan sistem kepercayaan. Resiliensi merupakan hasil investasi selama ini dalam menjaga kualitas keagamaan, komunikasi. Sehingga kemampuan ini harus benar-benar dibangun dalam keluarga Indonesia.

Untuk itu pentingnya pembangunan ramah keluarga, yakni menjadikan keluarga sebagai basis kebijakan publik, menjamin keluarga berketahanan dan berkualitas, pembangunan wilayah & pekerjaan ramah keluarga, optimalisasi-sustainabilitas daya dukung alam dan optimalisasi daya tampung lingkungan.

Dibutuhkan peran pemerintah, akademisi, komunitas, pelaku usaha dan media untuk mendukung agar menjadikan keluarga sebagai institusi utama dan memastikan dimensi kehidupan berjalan dengan baik.

Merespons hasil riset tersebut, Rektor Universitas YARSI Prof. Fasli Jalal mengatakan, dampak Covid-19 juga dapat berakibat pada ibu menyusui, bayi dan balita, dan wanita hamil yaitu terganggu rutinitas pemeriksaan kehamilannya.

Menurunnya, konsumsi pangan bergizi seimbang yang bisa diperoleh wanita hamil sesuai kebutuhan, terutama untuk konsumsi protein hewani, hal tersebut dapat menyebabkan stunting pada anak yang akan lahir.

Ia juga mengingatkan kita bahwa keluarga menjadi basis terhadap kebijakan publik di Indonesia dan mempertimbangkan keluarga sebagai objek dari kebijakan sehingga menjadikan keluarga dapat semakin berdaya.

Menyikapi hasil riset tersebut Dr. Lala M Kolopaking, mengatakan diperlukan data terkait kadar shock ekonomi, sosial dan psikologi yang dihadapi, serta tingkat resiliensi/daya lenting keluarga dalam menghadapi tekanan-tekanan akibat Covid-19.

Oleh karena itu perlu dibangun kategorisasi program dalam menarget keluarga Indonesia supaya tidak terkena krisis. Data dari hasil penelitian Prof. Euis yang lebih banyak menggambarkan kondisi keluarga ekonomi menengah ke atas, jelas menunjukkan kebutuhan keluarga dalam menghadapi pandemi ini berbeda-beda, tidak semuanya bertumpu pada persoalan ekonomi.

Jika bansos bisa menjadi ranah pemerintah, termasuk juga komunitas-komunitas dan swasta (melalui CSR), perguruan tinggi bisa berkontribusi dalam memperkuat kemampuan keluarga dalam berinvestasi secara sosial, ekonomi dan religi sehingga lebih tangguh atau percaya diri dalam menghadapi krisis multi dimensi yang dipicu oleh Covid-19.

Transfer knowledge untuk investasi sosial dan religi bisa dilakukan oleh FEMA, FEM, dan fakultas lain, sementara untuk bidang produksi IPB juga tentunya terus meningkatkan peran untuk menghasilkan inovasi-inovasi produksi yang bisa digunakan oleh masyarakat.

Hal penting yang tidak boleh ditinggalkan adalah bagaimana kontribusi semua elemen bangsa tersebut dapat terkonsolidasikan dengan baik antar Kementerian/Lembaga, komunitas, swasta dan perguruan tinggi sehingga lebih terarah, sistematis dan berdampak positif.(*/pin)