Sebaliknya pada musim kemarau, ketiadaan awan menyebabkan hampir semua radiasi balik tersebut keluar ke angkasa. Sehingga udara dekat permukaan akan terasa sangat dingin dari biasanya.
Selain itu, pada musim hujan biasanya angin bertiup dari Baratan, dimana daerah Jabodetabek dengan tingkat polutan tinggi menyebabkan panas pada malam hari tertahan di atmosfer dan dikembalikan ke Bumi.
Pada musim kemarau biasanya angin bertiup dari Timuran dengan kecepatan tinggi, dimana polusi udara dari arah Timur relatif lebih bersih. Akibatnya panas dari permukaan akan leluasa kembali ke angkasa.
“Kondisi ini akan berulang pada hari-hari di musim kemarau. Apabila cuaca cerah pada malam hari dan angin relatif kencang pertanda pagi hari akan terasa lebih dingin dari biasanya,” paparnya.
Fenomena ini, Firman menambahkan, tidak hanya terjadi di wilayah Bogor. Dalam sepekan terakhir bahkan masyarakat di pegunungan Dieng menyaksikan embun beku (frost) pada tanaman perdu dengan keadaan suhu dekat permukaan mencapai 0°C.
Secara global, saat ini di selatan Khatulistiwa angin bertiup dari Timur dengan kecepatan 5-35 Km/jam. Hujan juga dirasakan belum turun dalam sepekan terakhir di Bogor dan sekitarnya, aroma kemarau dirasakan di wilayah ini.