Alasan kedua, sambung Alfathdry, selama pengerjaan proyek pembangunan tol, pihak pengembang tak menyediakan jalan alternatif. Sehingga, mereka menjadi salah satu pihak yang paling dirugikan.
Menurutnya, PT MSJ menyalahi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol, Pasal 32 ayat 1, 2 dan 4 serta pasal 34 Peraturan dan Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah No 353/Kpts/M/2001 tentang Ketentuan Teknik, Tatacara Pembangunan dan Pemeliharaan Jalan Tol.
“Kemudian, Undang-undang No 38 tahun 2004 tentang Jalan yang menyatakan bahwa setiap pengembang jalan tol harus menyediakan jalan pengganti, apabila pembangunan jalan tol tersebut memakai jalan yang sudah ada,” ucap dia.
Selain itu, Alfathdry menjelaskan kekhawatirannya tersebut sempat diungkapkan pada sosialisasi pembangunan Tol BORR pertama pada Mei 2018, pihaknya meminta agar bukaan Tol BORR untuk dimajukan melewati RSIA Bunda Suryatni sekitar 200 meter. Sayangnya, pihak pengembang masih tetap melanjutkan pembangunan.
“Mereka memaksakan, dengan dalih tidak ngambil lahan saya. Tapi kenyataannya pada -saat akhir pembangunan jalan tol tersebut, titik naik jalan tol ini tetap mengambil lahan kami seluas 35 meter persegi (M2),” jelasnya.
Alfathdry menegaskan, pihaknya tak ingin melepas lahan tersebut. Sehingga, pengelola jalan tol memodifikasi titik naik tersebut dengan cara menyempitkan titik naik tepat di depan RSIA Bunda Suryatni. Bahkan, jalan samping titik naik jalan tol (frontage) terputus di depan RSIA Bunda Suryatni.