“Saya berharap agar semua pejabat hingga pegawai di RSUD Cibinong paham terkait tugas dan kode etik jurnalistik. Wartawan tidak ada yang kebal hukum, jadi jangan takut kepada wartawan,” tegasnya.
Subagiyo menyebutkan terkait perusahaan pers, dimana sebagian pewarta di media terbelenggu dengan bos (pemilik perusahaan media). “Sebagian pewarta saat ini tidak lagi patuh akan kode etik karena adanya tekanan dari pemilik perusahaan sehingga arah tulisannya harus ikut arus bos. Bisa jadi karena bos nya tergabung di dunia politik atau memiliki usaha lain sehingga ketika ada tulisan negatif yang bersinggungan dengan bos harus di stop,” ungkapnya.
“Intinya karya wartawan itu harus di uji, di kaji oleh redaksi sebelum di tayangkan agar tidak memvonis secara sepihak. Ini semua demi keseimbangan pemberitaan, agar tidak bersinggungan dengan narasumber dan lainnya,” lanjutnya.
Ditempat yang sama, Wakil ketua PWI Kabupaten Bogor Untung Bachtiar mengatakan di dalam dunia jurnalistik tidak dibenarkan untuk menjelek-jelekkan sebuah temuan. “Contohnya jika seorang wartawan ditugaskan untuk mecari-cari kesalahan seperti RSUD lalu memunculkan pemberitaan tanpa mengkonfirmasi pihak terkait (RSUD,red), ini merupakan kesalahan besar dan bisa disebut pencemaran nama baik karena tidak ada keseimbangan pemberitaan,” ungkapnya.
“Di RSUD penting diadakan kehumasan, ada orang yang benar-benar paham kehumasan. Agar semua masyarakat mengetahui tentang apa saja kegiatannya dan apa saja capaian. Semua ini adalah peran humas,” pungkasnya.
Dalam kesempatan tersebut diadakan sesi tanya jawab. Dimana ada pertanyaan terkait jika wartawan secara sepihak menulis berita. Lalu ada pertanyaan mengenai seringnya ada tulisan diberita jika pihak RSUD menahan pasien tanpa tahu kebenarannya. Kemudian pertanyaan terakhir mempertanyakan legalitas dari media di Kabupaten Bogor.
“Seorang jurnalis itu menulis berita harus konfirmasi ke berbagai pihak sebelum menayangkannya. Bila perlu ada penyeimbang dari narasumber yang membidangi isi tulisannya agar berimbang. Kalau menulis hanya sepihak itu bisa kena delik pers dan harus disomasi oleh yang merasa dirugikan,” jelas H. Subagiyo menjawab pertanyaan peserta.
“Kemudian jika ada yang menulis jika RSUD menahan pasien karena terkendala sesuatu hal. Harusnya wartawan konfirmasi apa masalahnya kenapa pasien di tahan, ditanyakan juga kepada pihak pasien apa penyebabnya jadi ada keseimbangan dalam penulisan. Jadi jangan hanya mendengar keluhan dari pasien saja lalu main tulis, itu juga melanggar kode etik. Lalu soal legalitas media di Kabupaten Bogor, semua pihak harus paham bahwa banyak organisasi atau lembaga Pers. Namun hingga saat ini yang terverifikasi di dewan pers ada sekitar 10 lembaga termasuk PWI,” tutupnya.(pin/*)