Wahid meyakini, tidak ada satupun penolakan dari para pedagang. Hanya saja, yang sekarang menjadi permasalahannya adalah, soal saluran air atau drainase yang sering tersumbat saat hujan deras melanda. Sehingga menyebabkan genangam air cukup tinggi.
“Di dalam surat pernyataan dengan pedagang, pada 1 November nanti mereka akan membongkar sendiri. Pindah ke Taman Tuyul sementara. Sekarang sedang kita coba penataannya seperti apa di sana,” terangnya.
Sedangkan untuk pembangunan dari CSR, Wahid mengaku pembangunan baru akan dimulai awal tahun depan. Meskipun saat ini, pihak swasta itu sudah melakukan rangkaian menuju pembangunan. Seperi pengukuran dan pengecekan langsung di lapangan.
Sekedar diketahui bahwa luasan Taman Tuyul sendiri berdiri di atas lahan seluas 8.500 meter lebih. Wahid meyakini lahan tersebut bisa menampung 100 pedagang. Dengan semua booth yang disamakan. Hanya saja, pedagang tidak berdampingan melainkan mengikuti kontur di taman tersebut.
Dalam proses relokasi sementara ini, sebelum dibangun dari CSR, pedagang yang tidak tertampung di taman akan dipindahkan sementara di empat bangunan milik pemerintah kota. Hal itu mesti dilakukan agar proses normalisasi saluran air tidak terganggu. “Bukan berarti tidak boleh berjualan, tapi kita lokalisir,” tutupnya.
Wacana relokasi pedagang Malabar ini juga sempat jadi bahan perbincangan beberapa hari ke belakang. Bukan hanya di tataran Pemkot Bogor, namun sampai ke Istana Kepresidenan Bogor. Di mana saat itu, Presiden Joko Widodo mengundang para pedagang ke istana.