Gerakan yang menggaungkan slogan “Not charity, this is protest” ini pun terus berkembang dalam menjalankan aksinya. Tak hanya melapak pakaian gratis, mereka juga menyediakan makanan gratis. Untuk mendekatkan diri dengan anak-anak, ada juga mewarnai gratis.
Sesekali, mereka juga berkolaborasi dengan lapak baca di Bogor untuk menyediakan bahan bacaan gratis. Ditambah lagi, potong rambut gratis juga akan menjadi alternatif warga yang ingin mencukur tanpa biaya. “Karena ternyata kita temukan juga ad warga yang bahkan untuk membayar cukur rambut saja tidak mampu,” imbuhnya, saat dijumpai Radar Bogor, kemarin.
Mereka kerap berpindah-pindah titik dalam menggelar lapakan. Bahkan, area kabupaten juga menjadi sasaran agenda rutin mereka, misal Cibinong, Citeureup, hingga Parung. Baru-baru ini, Taki dan teman-temannya melapak dadakan di sekitar Pancasan, Kota Bogor.
Gerakan yang menjadi oase bagi rakyat marginal itu memantik banyak dukungan. Taki menceritakan, pernah mendapatkan bantuan langsung di lokasi lapakan mereka, Suryakencana, secara dadakan. Ibu-ibu yang mengendarai mobil mewah membawakan puluhan nasi kotak untuk mereka. Itu setelah si ibu bercakap-cakap sebentar dan mengetahui maksud dari gerakan Pasar Gratis Bogor.
“Awal-awal memang kita sering menggalang donasi. Tapi, semakin kesini, orang-orang dengan sendirinya menawarkan donasi untuk mendukung gerakan ini. Kami punya banyak stok yang akan disumbangkan di lapakan-lapakan selanjutnya. Kalaupun ada teman-teman yang juga ingin bikin gerakan yang sama, kami terbuka untuk mensuplai mereka,” terang lelaki yang bekerja di minimarket modern ini.
Penggerak lainnya, Raja juga berharap aksi mereka tak berhenti jika pandemi telah berakhir. Selama ketidakadilan di negeri ini hadir, mereka muncul sebagai salah satu alternatif menggaungkan protes. Perjuangan elemen-elemen anak muda ini pun terus diperlebar hingga ke wilayah lainnya.
“Yang gabung disini kan banyak (setiapnkali melapak). Sebenarnya tidak cuma mahasiswa atau organisasi. Kita juga tidak punya struktur atau hierarki. Intinya ya bentuk protes terhadap ketidakadilan,” papar Raja, yang menjalani kuliah di Universitas Pakuan (Unpak) ini.
Gerakan ini murni bersentuhan langsung dengan masyarakat kecil, namun tak jarang mereka mendapatkan intimidasi dari aparat. Lapak mereka mendapatkan pengawasan yang ketat lantaran dianggap menyebabkan kerumunan. Bahkan, pernah dibubarkan. Meski begitu, anak-anak muda ini enggan berdiam diri di rumah melihat ketidakdilan selama pandemi. (mam)