Menurut lelaki dari fraksi Partai Demokrasi Indoneaia Perjuangan ini, pemkot Bogor secara moral harus tetap hadir untuk warganya. Setidaknya, mereka bisa menawarkan solusi untuk hunian atau tempat tinggal sementara bagi mereka. Jika tidak, masyarakat di sekitar jalur double track itu terkesan berjuang sendirian karena tak mendapat payung pemkot.
“Akhirnya dari mereka yang punya rumah, kemudian terpaksa ngontrak. Ada juga yang terpikir bakal jadi gelandangan. Kenapa tidak menyiapkan rumah susun (rusun) atau paling sederhananya hunian sementara. Dengan lahan Kota Bogor yang masih banyak, seharusnya pemkot bisa menyiapkan. Jadi masyarakat bisa bayar juga. Uang pengganti dari DJKA bisa dpakai untuk uang muka,” papar Rudi yang berasal dari Dapil 7 Kota Bogor ini.
Politikus asal PDI Perjuangan ini menyebutkan, sekira 800 KK yang terdampak. Mereka semua mengalami hal yang sama. Meskipun sejak awal mereka telah salah menempati lahan DJKA, namun pemkot semestinya hadir memberikan solusi. “Kalau uang kerahiman itu juga buat apa? Ketimbang sekarang hanya cukup untuk ngontrak, mending kan dibuatkan rusun,” tegasnya lagi.
Dalam masa resesnya di Kota Bogor, Rudi menyambangi delapan titik secara bergantian dalam waktu empat hari. Masing-masing menyampaikan permasalahan yang normatif, sesuai dengan komisi yang dijaganya yakni Komisi V DPRD Jabar.
Mulai dari masalah pendidikan, orang tua yang mengeluh biaya swasta, kesehatan, hingga jalan-jalan yang belum dibangun dengan sempurna karena kurangnya anggaran dari APBD Kota Bogor.
“Kalau saya sebenarnya sudah datang terlambat (soal double track itu) karena sudah selesai. Akan tetapi, sebenarnya masih bisa kalau pemkot ikut berinisitaif urun rembuk dengan persoalan warganya,” pungkas lelaki Ciomas ini.(mam)