LAHAN pertanian di Kota Bogor dari waktu ke waktu terus menyempit. Tetapi kondisi itu bukan halangan bagi mereka yang ingin bertani. Dengan lahan seadanya, kegiatan bertani tetap dapat dilaksanakan. Ibu-ibu warga Perumahan Mutiara Bogor Raya, Katulampa, sudah membuktikannya.
Sejak awal tahun 2020 mereka merintis penerapan pertanian kota. Dengan wadah berupa Kelompok Wanita Tani (KWT) Berkah MBR, 30 ibu itu mencoba memberdayakan diri melalui kegiatan urban farming.
Mereka memanfaatkan lahan seluas 400 M2 yang berada di area Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di perumahan tersebut.
Tidak mudah mengolah lahan dan berkebun sayuran disitu. Maklumlah, lahan yang digarap merupakan bekas penimbunan sampah, yang menjadi aktivitas TPST.
Mereka tidak punya pengalaman dan pengetahuan apapun tentang bertani. Kecuali salah satu anggota mereka yang alumnus pertanian IPB.
Tetapi mereka tetap berusaha sebisanya. Mulai dari mencangkul tanah, menanam berbagai bibit sayuran, merawat serta memberi pupuk organik hasil pengolahan sampah di TPST setempat.
Untungnya tak lama kemudian Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Bogor memberi bantuan lewat Program Pangan Lestari. Lewat program ini mereka menerima bantuan berupa peralatan serta 7 jenis bibit sayuran.
“Kami berusaha bertanggungjawab menjalankan amanah dari pihak-pihak yang terkait termasuk dari mereka,” ungkap Kasiyati, Ketua KWT Berkah MBR.
Hasilnya, saat ini kebun sayuran mulai dari terong, daun bawang, kacang panjang, kacang tanah, cabai, tomat dan buncis sudah bisa dipanen. “Memang daun dan bentuk sayurannya tidak sempurna, karena disini banyak belalang dan hama lain,” kata Titin salah satu anggota.
Mereka pun belum bisa menangani hama. Namun hasil panen itu tetap menggembirakan dan warga setempat bersedia membelinya. “Jadi saat ini masih dalam tahap kami yang menanam, kami yang memanen dan kami juga yang membelinya,” lanjutnya.
Inti keberhasilan dari kegiatan awal sejauh ini, seperti kata Kasiyati, berkat kerjasama yang solid dari seluruh anggota. Ditambah tekad untuk berkarya.
“Pokoknya disini kami berkarya dan mencari keridhaan Allah SWT,” katanya. Selain itu menurutnya capaian sejauh ini merupakan upaya memanfaatkan sumberdaya yang ada secara integratif.
KWT Berkah MBR memang tidak berdiri sendiri. KWT adalah bagian dari TPST MBR yang kini dikembangkan sebagai Kawasan Pertanian Perkotaan Terintegrasi Berbasis Bebas Sampah.
Di kawasan ini, menyusul aktivitas pengolahan sampah beberapa tahun sebelumnya, telah dimulai aktivitas pengolahan pupuk kompos, ternak lele dan ternak magot serta burung puyuh.
Dengan demikian keberadaan KWT menjadi cara memanfaatkan secara optimal sumberdaya yang ada di kawasan ini, termasuk SDM yang ada di warga setempat.
Perkembangan sampai sejauh ini rupanya menarik perhatian banyak pihak. Tidak sedikit tamu dari lembaga pendidikan, lembaga pemerintahan, lembaga penelitian dan berbagai komunitas yang telah berkunjung dan belajar banyak hal.
Mereka datang dari berbagai daerah dan bahkan beberapa diantaranya dari luar negeri seperti Australia. Terakhir Bank Indonesia menunjukan ketertarikannya untuk menyalurkan program CSR.
Akhir November lalu BI membuatkan screen house, untuk mengembangkan pertanian hydroponic. Menurut Bandung Sahari, Ketua Pengelola TPST, bangunan screen house tersebut luasnya mencapai 400 M2. “Saat ini sudah ditanam 1.000 lubang tanam bawang merah dan 400 lubang tanam sayuran,” ungkapnya.
Diperkirakan setelah masa tanam 60-70 hari, bawang merah sudah dapat dipanen dengan jumlah yang diperkirakan berkisar antara 500 – 700 kg.
Dengan berbagai sumberdaya yang dimiliki, ke depan kawasan ini dikembangkan menjadi sebuah laboratorium. “Tidak hanya untuk mempelajari pengelolaan sampah skala lingkungan, tetapi juga pertanian yang terintegrasi dengan pengelolaan sampah,” lanjut Bandung.
Saat ini pun mereka tengah menerima mahasiswa magang dari UIN Syarif Hidayatullah yang melakukan penelitian tentang magot sebagai mesin pencacah sampah alami. Juga menjadi laboratorium tentang pemberdayaan masyarakat dan pengembangan ekonomi keluarga.
Terkait dengan rencana tersebut, para ibu di KWT-nya memiliki visi serupa. “Ke depan kami akan berusaha bagaimana supaya kegiatan kami bisa menjadi pusat edukasi masyarakat, menjadi sumber tambahan pendapatan masyarakat setempat dan bisa bersinergi dengan seluruh warga, khususnya di RT dan RW di lingkungan MBR, karena moto kami adalah bersinergi untuk menebar kemanfataan,” kata Kasiyati.
Menurut Titin, sinergi yang dimaksud antara lain, memanfaatkan lahan-lahan tidur untuk menjadi kebun sayur. Selain itu, mengajak para ibu menanam sayur di rumah masing-masing, sehingga mereka bisa berperan sebagai plasma.
“Suatu saat kami berharap bisa memanen berbagai jenis sayuran secara serentak dan dalam jumlah cukup banyak,” katanya.
Untuk itu KWT tidak hanya menjual sayuran, tetapi mereka juga sudah menjual benih dan bibit sayuran, dudukan tanaman serta pupuk organik. Mereka juga menawarkan tanaman hias, berbagai jenis olahan lele dan teh bunga telang.
“Saat ini banyak warga yang sudah menjadi konsumen dan favorit mereka antara lain daung bawang,” lanjut Titin sambil memperlihatkan daun bawang yang tumbuh segar dengan ukuran cukup besar.
Di saat pendemi covid-19 saat ini, berkebun adalah pilihan aktivitas yang sehat. Jadi semoga apa yang dilakukan KWT Berkah MBR bisa menginspirasi siapapun untuk berkarya dan memetik banyak manfaat bagi diri sendiri dan juga orang lain.
(Advertorial)