SUKAJAYA-RADAR BOGOR, Penderitaan para pengungsi korban longsor dan banjir di Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor, terus bertambah. Pasalnya, pasca bencana longsor dan banjir yang terjadi pada 1 Januari 2020 lalu, kini para pengungsi mulai terserang berbagai penyakit gatal dan diare.
Lokasi pengungsian dan curah hujan yang terus mengguyur, menjadi faktor utama menularnya penyakit tersebut. Dari data yang dibeberkan tim dokter di posko PLN, sehari ada 47 pasien yang berobat di sana. Hal tersebut dibeberkan tim Dokter PLN, Dodi Nugraha.
Dodi menambahkan, akses air bersih yang tidak didapatkan warga hingga saat ini, khawatir membuat warga yang terkena penyakit diare makin bertambah. “Yang jelas mereka banyak yang diare dan gatal-gatal karena tidak ada air bersih. Ini kalau terus seperti ini, khawatir makin banyak,” jelasnya kepada Radar Bogor.
Pihaknya saat ini hanya bisa memberikan bantuan obat-obatan bagi pasien yang sudah dalam kondisi yang baik. “Mereka berobat, ya pasti kita kasih obat. Semoga kondisi seperti ini tidak berlarut-larut agar warga bisa mendapatkan air bersih dan kembali ke aktifitas seperti biasa,” bebernya.
Sementara, Dodi mengatakan, untuk warga yang terluka kakinya akibat longsor beberapa waktu lalu, sudah bisa mereka tangani di posko. “Alhamdulilah kita masih bisa mengobati disini, tapi kalau air bersih minim dan kondisi cuaca hujan terus menerus, otomatis berbagai penyakit bisa bermunculan,” tuturnya.
Senada, Direktur Democracy and Elektoral Empowerment Partnership (DEEP), Yusfitriadi yang juga telah mendatangi lokasi pengungsian korban mengatakan, kondisi masyarakat di pengungsian sudah mulai sakit. Sudah 10 hari masyarakat Sukajaya dan sekitarnya berada dalam kondisi bencana.
Ditengah semuanya serba kekurangan, maka masyarakat sangat rentan terkena berbagai penyakit, terlebih musim penghujan yang setiap hari tidak berhenti.
Yang sangat menghawatirkan adalah anak-anak balita. Mereka belum kuat secara fisik berada dalam kondisi udara yang sangat dingin dan asupan yang kurang memadai. Sehingga akan sangat rentan terkena penyakit.
Dalalm kondisi seperti ini, kata dia, satu-satunya cara menyalurkan bantuan supaya lebih cepat melalui jalur udara. “Oleh karena itu saya sangat berharap aksi-aksi penyaluran bantuan lewat udara tersebut diperbanyak volume dan intensitasnya. Karena menunggu akses jalan terbuka sangat membutuhkan waktu yang lama,” tutupnya. (nal/c)