KEMANG – RADAR BOGOR, Kabupaten Bogor termasuk daerah yang cukup luas dengan potensi alam baik itu hasil bumi maupun keindahan alamnya, yang dapat dijadikan potensi pariwisata.
Dari banyaknya potensi wisata alam, satu diantaranya berada di atas lahan milik Kopassus yakni Gunung Kapur yang berada di Kecamatan Ciampea.
Gunung Kapur ini sendiri merupakan lahan milik Kopassus yang bermarkas di Cijantung Jakarta Timur. Gunung Kapur sendiri adalah daerah dataran tinggi yang sebagian besar merupakan daerah batuan Karst.
Sebagai bentuk kepedulian terhadap kelestarian lingkungan serta menelusuri potensi apa saja yang ada di tempat tersebut, Korps Baret Merah ini juga melakukan berbagai kegiatan seperti ekspedisi.
Ekspedisi di daerah tersebut dilakukan satuan operasional Kopassus yang terdekat yakni Batalyon 14 Grup 1 Kopassus. Belum lama ini, Batalyon yang bermarkas di Kemang, Kabupaten Bogor itu kembali melakukan ekspedisi.
Komandan Batalyon 14 Grup 1 Kopassus, Mayor Inf Eko Hardianto mengatakan, ekspedisi dilakukan untuk lebih mengetahui potensi yang ada di Gunung Kapur Ciampea. Tak hanya prajurit Batalyon , ekspedisi juga melibatkan relawan bela alam, Wiwid Arengga bersama belasan orang timnya.
Dilakukan selama tiga hari melakukan ekspedisi, beragam potensi alam dapat dijadikan menjadi tempat wisata.
“Di lahan Gunung Kapur ini banyak yang kami temukan. Yang pasti harus dijaga, dirawat karena bagian pelestarian lingkungan dan peninggalan sejarah,” ungkap Mayor Inf Eko Hardianto kepada media di Mako Yon 14 Grup 1 Kopassus, Kemang kemarin.
Dengan semangat Eko menuturkan beberapa temuan yang sudah didapatkan dari beberapa kali ekspedisi. Seperti, sebagai tempat pendakian. Menuju puncak Lalana, puncak dari Gunung Kapur Ciampea akan melewati medan yang sangat terjal.
“Kondisi kemiringan yang tinggi dan licin jadi tantangan untuk yang hobi dengan pendakian,” ungkap Eko.
Tak sampai itu saja, tim juga menemukan berbagai kekayaan alam. Sebelah utara, ditemukan satu goa vertikal, diperkirakan memiliki kedalaman kisaran 150 meter, yang secara fisik terdapat beberapa lubang bibir goa.
Selain itu, tim juga menemukan tujuh pitch dengan ukuran bervariasi serta berbagai ornamen yang masih produktif.
“Kalau dilihat, belum pernah terjamah. Di ujung goa ada penyempitan. Ada timbunan bongkahan longsoran, penumpukan sedimentasi pelapukan karst,” terang Eko.
Tidak hanya di utara Gunung Kapur, di bagian Selatan juga ditemui goa vertikal yang diperkirakan memiliki kedalaman 90 meter.
Sedikit berbeda dengan goa yang di sebelah utara, goa di selatan hanya dua pitch. Lebar goa yang di Selatan ini bervariasi dengan berbagai ornamen dan biota goa juga masih produktif. Di dasar goa ini ditemui sumber air yang cukup lebar dan dalam. Di Selatan diberi nama Tirta Sena.
Tambah Eko, nama goa baik itu di Utara maupun Selatan sesuai dengan Sesanti Batalyon 14 yakni Bhadrika Sena Baladika.
Ekspedisi terus berlanjut, pada hari kedua, tim kembali menemukan bukti sejarah peradaban manusia, yakni ditemukan artefak arca tanpa kepala dengan posisi bersila.
Temuan lain yakni Situs Batu yang berbentuk terasering dengan posisi berdiri (Batu Satungtung), berbahan Andesit (batu sungai) di ketinggian 200 mdpl.
Tim juga menemukan Batu Gamping (Karst) di tebing gunung sebelah Timur. Di lokasi yang berbeda, ada batu berdiri berbahan batu karst dengan tumpukan batuan sungai yang berukuran relatif pipih bulat.
“Paling menarik itu ada kami temukan bongkahan batu gamping yang susunannya itu mirip pondasi tangga jalan setapak. Ga alami, kayak ada tangan manusia yang nyusunnya,” jelas perwira Akmil tahun 2004 ini.
Gunung Kapur ini juga ditemui jejak fosil terumbu karang dan biota laut pada tebing vertikal kawasan karst yang merupakan bagian dari jejak sejarah peradaban bumi.
Selain fosil terumbu karang, tim menemukan bebatuan gamping yang mengkristal yang tak lain hasil mineralisasi alamiah diatas permukaan batuan gamping atau dasar hutan Gunung Kapur Ciampea.
Hal ini dapat mengukur usia kawasan, menjadi jejak sejarah manusia. Lebih jelas dengan ditemukannya Situs Ciaruteun.
Selanjutnya pada hari ketiga menjadi hari terakhir tim melakukan ekspedisi juga menemukan berbagai hal yang menarik. Berbeda dengan kedua hari sebelumnya, pada hari ketiga lebih melakukan eksplorasi flora dan fauna, termasuk potensi sumber daya alam yang lain.
Pada saat menyelusuri dalam goa, dijumpai beragam jenis binatang kecil yang dapat hidup tanpa sinar matahari, diantaranya ada udang purba di kubangan air, ulat seribu kaki dan keong pada dasar goa.
Ada juga binatang yang hidup di celah batuan karst yakni jangkrik dan laba-laba. Di permukaan goa, tim juga menemukan berbagai jenis binatang reptil, mamalia, serangga dan burung.
Hanya selama perjalanan ekspedisi, tim lebih banyak menjumpai binatang jenis monyet berekor panjang. Beda kawasan Karst Gunung Kapur Ciampea ini dengan kawasan Karst lainnya yakni, di Ciampea banyak ditemukan berbagai jenis tumbuhan yang menjadi daya tarik tersendiri.
Tumbuhan baik itu pohon keras sebagai tanaman pelindung, jenis perdu, pakuan-pakuan, tumbuhan merambat atau menjalar, beberapa jenis anggrek serta jamur hutan. Di kawasan ini juga banyak mata air yang terus mengalir walaupun musim kemarau.
Saat ini, banyak digunakan warga sebagai sumber air. Kawasan ini juga sebagai DAS Cisadane. Dengan penemuan diatas, kawasan Karst Gunung Kapur Ciampea merupakan kawasan yang unik, menyimpan peninggalan sejarah maupun potensi alam.
Kopassus dengan tim relawan bela alam yang berada dibawah asuhan Wadanjen Kopassus saat ini Brigjen Mohamad Hasan membangun pos-pos pengamanan.
Bahkan akan mendirikan Tugu Pisau Komando sebagai tanda kalau kawasan tersebut harus dijaga dan dilindungi. Hingga nantinya tidak sembarangan untuk memanfaatkan atau mengeksploitasi potensi alam maupun sejarah yang ada di kawasan tersebut.
“Perlu dukungan semua pihak tanpa kecuali pemerintah daerah kabupaten Bogor dan masyarakat untuk menjaga serta melindungi kawasan Karst Gunung Kapur Ciampea itu,” tegas Eko akhiri. (*/ysp)