Honorer di Kabupaten Bogor Capai 17.700 Orang, Didominasi Tenaga Harian

0
175
30 Okotober akan menjadi hari penentu bagi kaum honorer. Mereka akan 'mengepung' untuk menentut pemerintah agar mengangkatnya menjadi PNS. (jpnn/jawapos.com)
Tenaga honorer minta agar diangkat menjadi PNS. (jpnn/jawapos.com)

CIBINONG-RADAR BOGOR, Pemerintah pusat sudah melarang pemerintah daerah untuk mengangkat tenaga honorer. Meski sudah ada instruksi, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor menyatakan masih membutuhkan tenaga honorer tambahan.

Terutama untuk mengisi kekosongan pegawai di Dinas Pendidikan (Disdik). Ihwalnya, jumlah tenaga harian jauh lebih menumpuk dibandingkan yang berstatus aparatur sipil negara (ASN) serta honorer.

Bupati Bogor, Ade Yasin mengatakan saat ini jumlah tenaga honorer di wilayahnya mencapai 17.700 orang. Rinciannya, guru honorer kategori dua (K2) sebanyak 2.400 orang, Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) 1.200 orang, dan tenaga harian lepas 14.000 orang. “Jumlah itu pun masih kurang untuk mengajar sekolah tingkat SD dan SMP di Kabupaten Bogor,” ujarnya.

Ade menyebut kuota aparatur sipil negara (ASN) pada Dinas Pendidikan jauh dari kata ideal meski sudah dibantu guru honorer. Ia pun khawatir bila penerimaan honorer dihentikan akan berdampak pada kekurangan pengajar di tingkat SD dan SMP. “Kalau mereka (guru honorer) diangkat statusnya menjadi P3K, kami sangat bersyukur. Berarti ada kepastian hukum untuk guru honorer,” ungkapnya.

Menurut Ade, Pemkab Bogor masih memerlukan tenaga honorer. Kendati upahnya tak besar, banyak dari mereka yang rela mengajar anak-anak di sekolah. “Bayangkan saja, masih ada satu sekolah di Kabupaten Bogor yang hanya memiliki satu PNS yaitu kepala sekolahnya. Gurunya honorer semua, kondisi ini benar-benar terjadi di Kabupaten Bogor,” beber dia.

Ia menambahkan saat ini Pemkab Bogor tak lagi merekrut honorer. Pihaknya pun akan mencari jalan keluar mengatasi jumlah tenaga honorer wilayahnya.

“Kondisi pendidikan di daerah kami itu berbeda dengan di kota atau kabupaten lain. Apalagi mereka harus mengajar di pelosok daerah. Sudah bersyukur ada orang mau mengajar dengan upah yang alakadarnya,” tutup Ade.(dka)