BOGOR-RADAR BOGOR, PT Colas Rail selaku konsultan pembangunan trem kembali memaparkan kajiannya kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor. Khususnya terkait rencana transportasi massal atau trem.
Teranyar, Colas Rail menyebut berdasarkan hasil kajian sementara, alternatif transportasi massal yang bakal diterapkan di Kota Bogor membutuhkan anggaran hingga Rp1,5 triliun.
Country Director Colas Group Indonesia Christophe Chassagnette menjelaskan, pihaknya memberikan pemaparan bagaimana Pemkot Bogor dapat mengeluarkan biaya yang minim untuk membangun trem.
Menurutnya, jika kajian biaya yang dilakukanya merupakan sebatas estimasi dari hasil kajian sementara. Nantinya masih banyak hal yang masih harus dikaji untuk membuat depo, halte dan mengintegrasikan seluruh infrastruktur transportasi Jabodetabek.
“Tapi pada kajian ini masih banyak yang harus kita kerjakan, bulan depan kita akan kaji untuk memberikan hasil yang lebih akurat,” ujar Christophe kepada Radar Bogor usai Pertemuan Colas Rail dan Tim Percepatan Trem di Ruang Paseban Narayana, Selasa (25/2/2020).
Selain itu, ketika trem diimplementasikan di Kota Bogor, maka sebelumnya harus dipersiapkan sarana dan prasarana yang lain. “Biayanya sekitar Rp1,5 triliun,” tegasnya.
Di tempat yang sama, Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A Rachim menjelaskan, saat ini Colas tengah fokus dalam beberapa hal. Pertama, kajiannya sudah masuk ke persoalan teknis.
Misalnya membahas lahan depo trem, pemilihan jenis trem, dan mereka mengusulkan spesifikasinya trem low deck.
Kemudian, Colas juga memaparkan hasil kajian lain terkait jembatan yang akan dilalui trem, masalah pembiayaan, masalah regulasi dan lain-lain.
“Ada tiga hal pokok yang dipaparkan kepada Pemkot Bogor yakni masalah teknis, masalah finansial termasuk kesiapan regulasi. Tadi juga dibahas kebutuhan akan depo harus disiapkan kalau memang jadi menggunakan trem sebagai sarana alternatif transportasi massal. Nah, masalah utamanya di Kota Bogor tak punya aset atau lahan yang cukup untuk memiliki depo dengan luas hingga lima hektar,” ucapnya. Alternatifnya, kata dia, harus melakukan pembebasan lahan.
Kedua, yakni terkait dengan jembatan. Salah satunya, Jembata Otista yang bakal mengalami pelebaran. Intinya, tiga jembatan yang dilalui harus menyesuaikan dengan spesifikasi trem, sehingga bisa dilalui dari segi bobot dan lebarnya.
Sedangkan estimasi biaya sebesar Rp1,5 triliun itu mencakup sarana dan prasarana, termasuk untuk mengcover koridor yang lain.
“Atau look yang lain. Ini baru look satu, yang mencakup depo. Ada segala macam, termasuk unit tremnya. Rp1,5 triliun meliputi 17 halte, dengan unit trem baru,” paparnya.
Saat disinggung rencana Kementerian Perhubungan RI terkait hibah trem dari Utrecht, Mantan Direktur KPK ini belum bisa mengambil keputusan menolak atau tidak.
Hingga kini Pemkot Bogor masih menunggu hasilnya, tetapi proses studinya tetap berjalan.
“Karena menurut Colas, lebih murah dan lebih efisien memakai trem baru, bukan opsi yang hibah,” tambahnya.
Menurutnya, opsi mengambil trem bekas dari Belanda ini ada masa pakainya.
“Barang bekas, dan masa pakainya sekitar 10-15 tahun lagi, tadi dibahas juga, tapi kalau trem baru bisa 30-40 tahun, itu propos Colas. Kan kalau dari Utrecht, nanti kita perlu pengadaan lagi ditambah maintenance, yang lebih mahal. Kita end user, kita menolak belum, karena pemerintah pusat juga belum menentukan keputusannya,” tuturnya.
Dedie juga sudah mendapatkan estimasi biaya jika mengambil opsi dari Utrecht yakni sekitar Rp100 miliar dengan rincian, satu unit trem berisi tiga kendaraan dengan biaya pengambilan Rp3 miliar dikalikan 22 unit, artinya membutuhkan sekitar Rp66 miliar. Jumlah anggaran tersebut, belum termasuk biaya asuransinya.
“Kira-kira estimasi Rp100 miliar, dan itupun harus refurbish, harus dimodifikasi di PT INKA untuk pemasangan AC, baterai dan penunjang lainnya,” tukasnya. (ded/c)