CIBINONG-RADAR BOGOR, Peraturan daerah (perda) perlindungan anak dibutuhkan agar program layak anak bisa diimplementasikan secara berkelanjutan. Namun, sayangnya Kabupaten Bogor hingga saat ini masih belum memiliki beleid tersebut.
Yang membuat pilu, Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) mencatat, ada 123 kasus kekerasan yang terjadi pada perempuan dan anak pada 2019 lalu. Sementara sejak awal tahun ini, sudah ada 18 kasus.
Melalui forum yang dibuka, Democracy, Electoral, Empowerment and Partnership (DEEP) mengkritisi pentingnya perda untuk membentuk kekuatan, membentengi anak dan perempuan.
“Memang kan undang – undang anak sekarang sudah ada. Sementara ini kami masih menggunakan peraturan tertinggi, yaitu undang – undang,” kata Kepala Unit (Kanit) Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Bogor, Ipda Silfia Adi Putri usai diskusi kemarin.
Hanya saja, dia mengakui, bahwa tak semua masyarakat paham dan mengerti tentang hukum anak dan perempuan. Meski begitu, pihaknya masih terus melakukan edukasi terhadap masyarakat soal perkara hukum tentang anak dan perempuan.
Turut hadir dalam diskusi, Kepala Bidang (Kabid) Kesejahteraan dan Perlindungan Anak pada DP3AP2KB Kabupaten Bogor, Shinta Damayanti pun tak mau menampik, memang saat ini sulit untuk menurunkan angka kasus kekerasan pada anak dan perempuan.
“Tapi kalau menurut kami, semakin banyak laporan belum tentu kasus semakin meningkat. Artinya mungkin orang melapor itu sudah mengerti ke mana harus melapor. Sebelumnya, ada juga memang yang takut melapor atau tidak tahu kemana,” kata Shinta melanjutkan.
Komisi IV DPRD Kabupaten Bogor asal Fraksi Demokrat, Ruhiyat Sujana mengaku, dorongan membuat perda itu sudah ada dari dulu, termasuk untuk pembentukan KPID.
“Memang perlu banyak yang concern ke sana, permasalahan anak dan perempuan. Kita ini wilayahnya luas, sehingga persoalan perempuan dan anak ini juga jadi rentan,” kata Ruhiyat.
Sementara Direktur DEEP, Yusfitriadi tak hanya melihat persoalan dari sudut kekerasan. Kenyataannya, dia pun mulai menyoroti kasus gizi buruk dan stunting di Kabupaten Bogor.
“Eksekutif maupun legislatif tidak pernah secara spesifik itu berbicara masalah penguatan anak. Banyak program lain yang diangkat, namun urusan anak ini seakan tidak menjadi fokus. Maka saat ini Kabupaten Bogor, belum ramah anak,” ketus Yus. (dka/c)