Kolam Retensi Cibuluh Sudah Bisa Difungsikan, Berpotensi Jadi Objek Wisata Baru

0
204
Kolam-Retensi
Kondisi kolam retensi Cibuluh yang kini sudah bisa difungsikan. Hendi/Radar Bogor
Kolam-Retensi
Kondisi kolam retensi Cibuluh yang kini sudah bisa difungsikan. Hendi/Radar Bogor

BOGOR-RADAR BOGOR, Kolam retensi di Cibuluh, Kecamatan Bogor Utara sudah mulai difungsikan.

Pantauan Radar Bogor, kolam retensi Cibuluh sudah menampung air, hanya saja terlihat di beberapa bagian belum rampung sepenuhnya, baik dari sisi kanan kiri dan bagian depan yang masih banyak gundukan tanah.

Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto menjelaskan, untuk memfungsikan kolam retensi tersebut tak memerlukan peresmian. Bima menjelaskan, kolam tersebut sudah dapat pergunakan untuk menampung debit air.

“Jadi itu (kolam retensi) sudah berfungsi sekarang. Sudah tidak ada serah terima lagi, enggak suah terlalu banyak seremoni,” kata ungkap Bima.

Usai kolam selesai dibangun, menurut Bima, proses pengerjaan selanjutnya hanya penataan terhadap turap dan merapikan tanah hasil kerukan.

Bima manjelaskan, tanah hasil kerukan akan disulap untuk menjadi ruang terbuka hijau. Sehingga area tersebut nantinya tak hanya berfungsi sebagai pengendali banjir tetapi dapat dimanfaatkan untuk masyarakat.

Bima menerangkan, kolam tersebut memperoleh bantuan Rp10 miliar dari Pemprov DKI Jakarta. Bantuan itu bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta Tahun 2017, yang baru terealisasi dan dikerjakan pada 2019.

Secara keseluruhan, Bima merinci, kolam retensi dibangun di lahan seluas 1,6 hektare termasuk lahan untuk pembuatan turap dan tanah yang diperuntukkan taman.

Namun, Bima menjelaskan khusus untuk kolamnya menempati lahan 4 ribu meter persegi dengan kedalaman air empat meter.

Kolam tersebut dapat menampung 16 ribu hingga 21 ribu kubik volume air. Dengan demikian, daerah yang acap kali menjadi kawasan banjir akibat luapan air dari Sungai Kalibaru itu dapat berkurang.

Bima menerangkan, kolam tersebut dapat mengantisipasi luapan air di Sungai Ciheuleut menuju ke Kalibaru. Selain itu, Bima menjelaskan, volume air kiriman dari Kota Bogor ke Jakarta yang seringkali mengakibatkan banjir dapat berkurang.

“Jadi bukan saja bisa mencegah banjir di sini, tetapi juga mengurangi volume air ke Jakarta,” ungkapnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Bogor, Chusnul Rozaqi menegaskan, Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor tak memerlukan serah terima aset ke Pemprov DKI Jakarta.

“DKI sudah menyerahkan anggaran, kita kan kerjain,” kata Chusnul.

Dia menjelaskan, DKI Jakarta hanya memberikan bantuan anggaran. Namun, pengerjaan dan aset sepenuhnya dilakukan Pemkot Bogor, sehingga usai pembangunan tak memerlukan serah terima.

“Kan mereka (DKI Jakarta) tidak menyerahkan aset. Asetnya dari kita tapi anggaran dari mereka,” ucapnya.

Chusnul menerangkan, meski sudah selesai 100 persen, Pemkot Bogor masih harus melakukan perapihan dan pembangunan taman. Kolam yang tepat bersebelahan dengan Rusunawa Cibuluh itu sudah dapat menampung air.

“Tinggal kita penataan terhadap sekitarnya, sama nanti ada outletnya, sama mungkin ada tembok penahan tanah (TPT) atau turap yang rusak kita perbaikin,” jelasnya.

Ia juga menjelaskan, pembangunan kolam retensi tidak harus melakukan uji layak fungsi. Dia menyebut, tidak ada aturan yang mengatur adanya uji layak fungsi untuk kolam retensi.

Tak jauh dari kolam retensi terdapat pertemuan antara Sungai Ciheuleut dan Ciluar.

Ditempat terpisah, Anggota DPRD Kota Bogor, Akhmad Saeful Bakhri mengaku baru meninjau pembangunan kolam retensi di daerah pemilihanya.

Politisi PPP itu mengapresiasi Pemprov DKI Jakarta, yang mencari solusi alternatif menangani banjir di ibu kota melalui penanganan di hulu.

“Tetapi yang menjadi pertanyaan, sejauh mana sumur retensi bisa menghambat aliran yang berada di hulu ini (Cibuluh,red), kan limpahan air ini diharapkan akan mengurai kubikasi air di daerah Katulampa, karena sumur ini kan belum diuji kelayakanya,” paparnya.

Saeful-sapaanya mengungkapkan, saat mengunjungi lokasi, ada warga yang mengeluhkan talang air yang tinggi tak sepadan dengan dinding penahan tebingnya.

“Warga mengaku cemas karena ketika hujan, warga kebanjiran, baru setelah itu masuk airnya ke kolam retensi,” ucapnya.

Selain itu, sungai yang mengalir juga diperlukan normalisasi karena mengalami pendangkalan.

Disisi lain, kawasan kolam retensi juga diperlukan sarana penunjang sehingga dapat menjadi ecowisata bagi warga. Tentunya dengan penataan tersebut, ke depan bisa menimbulkan satu kegairahan potensi pembangunan dengan pemberdayaan masyarakat.

“Tidak hanya dibiarkan begitu saja. Tidak hanya dibuat untuk mengantisipasi debit air. Ke depan bisa jadi ecowisata alam, edukasi untuk sekolah, sehingga ketika ditata, ada taman dan sarana penunjang yang lebih baik,” tukasnya.(ded/c)