BOGOR-RADAR BOGOR, Berbagai gebrakan dalam dunia pendidikan di bawah kepemimpinan Nadiem Makarim tentunya menjadi perhatian khusus Komisi X DPR RI. Anggota dewan, Fahmi Alaydrus meluangkan waktunya menyambangi kantor Radar Bogor.
Dalam kesempatan itu, Fahmi berbagi pengalaman selama membidangi pendidikan, pariwisata, kepemudaan, olahraga, dan perpustakaan nasional.
Salah satu yang sempat menarik perhatian publik terkait gebrakan-gebrakan baru dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim. Gagasan Kampus Merdeka ala Nadiem memang menjadi pertimbangan di kalangan anggota DPR RI.
Mereka telah menerima pengajuannya dan mendengarkan penjelasan langsung dari mantan petinggi Gojek itu. Nadiem menjadi salah satu menteri yang punya pengamatan baik terhadap metode pelaksanaan pendidikan di Indonesia.
“Kampus merdeka yang ia maksud intinya kan semacam menerbitkan kemerdekaan bagi kampus untuk meningkatkan dan mengembangkan diri mereka,” paparnya, saat mengisi Podcast di ruang dengar Radar Bogor.
Salah satunya, kata dia yang terkait membuka prodi baru dengan catatan bisa menggandeng dengan pihak luar negeri.
Menurutnya, hal tersebut bisa meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Selain itu, ada pula terkait program magang yang paling banyak diperbincangkan. “Hanya saja, empat hal utama terkait Kampus Merdeka sudah telanjur mengemuka di masyarakat,” jelasnya.
Menurut Fahmi gagasan itu memang tergolong cukup baik. Hanya saja, masih ada hal lainnya yang perlu dilengkapi oleh menteri “milenial” itu. Detailnya sendiri (terkait program magang, red), kata Fahmi masih belum begitu jelas.
“Paling penting kesiapan perguruan tinggi itu sendiri dan mitra-mitranya bagaimana. Karena kalau bicara magang, itu harus ada mitra, khususnya untuk yang memilih di luar kampus,” paparnya.
Dikatakan Fahmi, harus ada kerja sama yang baik dengan perguruan tinggi bersangkutan. Lalu, soal uang saku, berapa jam pekerjaan, bagaimana pendampingannya, harus seperti apa penilaiannya. Seluruh hal tersebut, sambung Fahmi, harus siap.
“Kebijakan semacam itu, harus lengkap. Jangan sampai ketika diimplementasikan justru mengalami kedodoran. Apalagi, konsep magang itu juga membutuhkan iklim yang kondusif. Mulai dari dosen pembimbingnya hingga sistem penilaiannya. Instrumen yang tepat juga dibutuhkan untuk mendukung progran itu,” paparnya.
Ia juga membandingkan, konsep itu akan cenderung lebih mudah bagi Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Berbeda dengan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang akan kesulitan mengirimkan mahasiswanya ke dunia kerja karena terkendala akreditasi.
“Mereka (PTS) hidup saja dengan akreditasi pas-pasan sudah luar biasa. Apalagi mereka dipaksa mencari mitra (untuk magang mahasiswa). Mitra kan belum tentu siap menerima perguruan tinggi itu,” imbuh Fahmi.
Pihaknya sempat mengusulkan ke kementerian agar program magang itu diiringi kerja sama dengan kementerian yang lain. Kemdikbud sebagai leading sector. Ia menyebutkan, seperti BUMN yang punya banyak anak perusahaan berpeluang menjadi tujuan magang. Bisa pula dengan menggandeng pemerintah daerah (pemda) melalui kantor-kantor instansinya.
“Sekali lagi, kami mengingatkan, hal itu bisa dilakukan jika standar minimal sekolah-sekolah telah kita penuhi. Tidak usah mengambil contoh jauh-jauh. Di Dapil saya saja, jangankan berpikir proses belajar dan mengajar yang selama ini kita inginkan, bangku di ruang kelasnya saja masuh jauh. Guru-guru honorer juga masih banyak persoalan mendasar yang harus dipenuhi dulu,” terangnya.
Tak hanya soal pendidikan. Fahmi pun berbincang soal peluang dan visi pariwisata di Indonesia. Seperti apa konsep dan permasalahannya? Simak obrolan Fahmi bersama CEO Radar Bogor, Hazairin Sitepu di channel Bang HS TV. (mam/c)