PHK di Bogor Belum Berhenti, Dalam Sebulan Melonjak Capai Ratusan

0
31
PHK besar-besaran terus membayangi para kerja di Indonesia akibat degitalisasi industri.
PHK besar-besaran terus membayangi para kerja di Indonesia akibat pandemi Covid-19.

CIBINONG–RADAR BOGOR, Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), masih belum berhenti selama masa pandemi ini.

Kabupaten Bogor kembali mencatat, 9.023 pekerja yang dirumahkan dan 577 orang yang mengalami PHK.

Angka itu berdasarkan laporan dari 148 perusahaan atau instansi kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Bogor.

Jumlah itu, melonjak hanya dalam rentang sebulan. Disnakertrans sempat mencatat 6.297 orang dirumahkan, bulan lalu. Sedangkan pekerja yang terkena PHK mencapai 395 orang.

Sebagian besar merupakan perusahaan yang bergerak di bidang garmen, pariwisata, hingga perhotelan. Mereka terdampak Covid-19 yang telah berlangsung hingga berbulan-bulan ini.

Bupati Bogor, Ade Yasin mengakui, banyak perusahaan di Kabupaten Bogor yang dilema menghadapi pandemi wabah Covid-19 ini.

Sebagian terpaksa mengambil jalan pintas melalui PHK. Tentu saja, Ade sebenarnya tak ingin hal-hal semacam itu terjadi pada perusahaan. Lantaran akan berimbas pula pada angka pengangguran hingga kemiskinan di Kabupaten Bogor.

“Jangan sampai ditambah lagi jumlah miskin baru (misbar), jatuh miskin lagi (jamila) di Kabupaten Bogor,” tuturnya, kemarin.

Perusahaan-perusahaan yang babak belur itu, kata Ade, memang mengajukan dua opsi untuk mengatasi macetnya operasional selama masa pandemi.

Selain PHK besarbesaran, mereka meminta agar diberikan relaksasi pajak dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor.

Dengan begitu, mereka bisa merumahkan karyawan-karyawannya tanpa mengambil langkah PHK.

“PAD (pendapatan asli daerah) kita besar dari pajak. Ya mau bagaimana lagi. Kalau mereka tidak diberikan relaksasi pajak, tentu pilihannya mereka akan melakukan PHK besar-besaran. Secara tidak langsung, kita juga nanti yang akan terdampak kalau banyak karyawan yang di-PHK,” ungkap mantan advokat ini.

Hanya saja, bagi perusahaan yang masih aktif beroperasi, pihaknya tak memberikan relaksasi pajak. Ia mencontohkan perusahaan-perusahaan seperti garmen yang memproduksi alat pelindung diri (APD). Mereka justru terbilang jaya selama masa pandemi Covid-19.

Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Bogor, Iman Budiana mengakui, para pekerja dari bidang pariwisata yang paling banyak terdampak pandemi. Mereka yang berstatus pekerja harian pun dimasukkan dalam data non-DTKS Pemkab Bogor.

Hanya saja, data-data itu masih harus melalui proses verifikasi untuk mendapatkan bantuan sosial (bansos). “Kalau objek wisata memang semuanya pada tutup. Hotel masih ada yang buka, tetapi terpaksa berinovasi agar karyawannya tetap bisa bekerja selama masa pandemi,” tandasnya. (mam)