Digelar Sederhana, Begini Suasana Sidang Paripurna Istimewa HJB ke-538

0
47
Sidang Paripurna Istimewa DPRD Kota Bogor dalam rangka peringatan Hari Jadi Bogor (HJB) ke-538, Rabu (3/6/2020).
Sidang Paripurna Istimewa DPRD Kota Bogor dalam rangka peringatan Hari Jadi Bogor (HJB) ke-538, Rabu (3/6/2020).

BOGOR-RADAR BOGOR, Sidang Paripurna Istimewa DPRD Kota Bogor menjadi puncak peringatan Hari Jadi Bogor (HJB) ke-538, Rabu (3/6/2020). Pada usia yang semakin tua, Kota Bogor diharapkan semakin dewasa dan berkembang.

Perayaan HJB tahun ke-538 yang diperingati setiap 3 Juni digelar secara sederhana dan menekankan kepada nilai solidaritas sesama warga di tengah Pandemi Covid-19.

Sebelum ke Gedung DPRD, Forum Koordinasi Pemerintah Daerah (Forkopimda) Kota Bogor menggunakan dua Bus Uncal dari Plaza Balaikota menuju Gedung DPRD di Jalan Pemuda, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor.

Sidang Paripurna dibuka oleh Ketua DPRD Kota Bogor, Atang Trisnanto, dan dilanjutkan dengan beberapa sesepuh Bogor, menceritakan sejarah asal usul Bogor dengan bahasa Sunda.

Semua yang hadir dalam Sidang Paripurna mengenakan pakaian adat Sunda. Namun, ada yang berbeda di tengah pandemi Covid-19 yang melanda saat ini.

Selain menggunakan pakaian adat, seluruh peserta juga mengenakan masker dan menerapkan protokol Covid-19.

Namun tak semua hadir, karena sebagian pejabat Pemkot Bogor hanya mengikuti Sidang Paripurna secara online mulai dari para asisten, para staf ahli wali kota, para Kepala OPD, para Dirut BUMD dan RSUD, para Kabag, para Camat dan Lurah se Kota Bogor.

“Tahun ini, Hari Jadi Bogor ke-538 diperingati dengan suasana berbeda. Ini merupakan masa-masa yang sangat sulit bagi kita semua. Pandemi ini bukan hanya ujian kesehatan, tetapi juga merupakan ujian keimanan dan kebersamaan bagi kita semua,” ungkap Walikota Bogor Bima Arya.

“Insya Allah, keimanan dan kebersamaan kita akan membawa Kota kita berlari lewati laju Pandemi. Sekuat tenaga pemerintah bekerja dengan segala kekurangan dan keterbatasan. Semaksimal mungkin kita semua berkolaborasi untuk berbagi. Semangat itu kemudian dituangkan ke dalam tema besar HJB ke-538, yakni Sahitya Raksa Baraya yang bermakna solidaritas untuk saling menjaga, memelihara, menyayangi, dan melindungi sesama warga,” tambahnya.

Mengenai rangkaian acara, kata Bima, pada 3 Juni 2020 tetap menggelar Rapat Paripurna secara terbatas dalam rangka peringatan HJB.

Di dalamnya akan diisi pemberian penghargaan kepada para tokoh dalam upaya pencegahan dan penangan Covid-19 hingga penyerahan bantuan insentif Pemerintah Kota Bogor kepada para tenaga medis.

“Pemerintah Kota Bogor juga akan menyerahkan bantuan bagi 538 keluarga yang dihimpun melalui program Jaringan Keluarga Asuh Kota (Jaga Asa). Para keluarga penerima manfaat ini telah diverifikasi dan belum pernah mendapatkan  bantuan dari pemerintah, baik pusat, provinsi maupun daerah. Selain itu, akan disalurkan juga insentif bagi 2.600 guru ngaji se-Kota Bogor,” jelas Bima Arya.

Makna Tema dan Logo

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bogor Atep Budiman mengatakan, tema yang diangkat dalam HJB ke-538 adalah “SAHITYA RAKSA BARAYA” yang diambil dari Bahasa Sansekerta dan Sunda.

“SAHITYA mengandung makna solidaritas atau gotong royong, RAKSA mengandung makna menjaga, melindungi, menyayangi, memelihara dan BARAYA mengandung makna saudara atau kerabat atau sesama,” ujar Atep.

“Sehingga SAHITYA RAKSA BARAYA dimaknai sebagai solidaritas untuk saling menjaga, memelihara, menyayangi, dan melindungi sesama warga Kota Bogor dengan keimanan dan kebersamaan melawan Covid-19,” tambahnya.

Untuk logo, kata Atep, ditampilkan salah satu ikon Kota Bogor, yakni Rusa atau Uncal.

“Rusa mencerminkan hewan elegan yang mampu mengatasi berbagai masalah dengan kemurnian hatinya. Rusa juga dikenal sebagai hewan yang menonjolkan kegesitan ketika berlari,” katanya.

Di tanduk Rusa tersebut juga tampak membentuk angka 538 sebagai simbol pertarungan dalam kondisi pandemi di tengah HJB tahun ini.

Angka 538 tersebut juga diapit oleh dua bilah kujang yang memiliki simbol bahwa Bogor merupakan Ibukota kerajaan Pakuan Pajajaran. Selain itu bagi masyarakat Sunda, kujang lebih dari sekadar senjata.

“Kujang kerap diartikan sebagai identitas, jati diri, simbol pemersatu, dan berkaitan dengan kehidupan manusia yang hakiki terhadap Tuhannya dan alam semesta ini. Sedangkan pemakaian masker pada Rusa tersebut sebagai bentuk pengingat kepada warga untuk selalu menggunakan masker,” tandasnya. (ded)