PSBB Jabar Resmi Dihentikan, Bogor Tetap Lanjut Hingga Juli 2020

0
34
Gubernur Jabar Ridwan Kamil.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil saat melakukan kunjungan ke TSI Cisarua, Bogor, Jumat (26/6/2020).

BOGOR-RADAR BOGOR, Gubernur Jabar Ridwan Kamil mencabut status PSBB Provinsi Jawa Barat. Tapi ini tak berlaku di Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota dan Kabupaten Bekasi, serta Depok. Sebab, lima daerah Bodetabek ini masih berlaku PSBB Proporsional atau PSBB Transisi.

“Seluruh Jawa Barat hari ini tidak ada lagi PSBB, sudah diputuskan kita semuanya 100 persen melaksanakan AKB,” ujar Ridwan Kamil di Gedung Sate, Kota Bandung, Jumat (26/6/2020).

Keputusan dihentikannya PSBB itu berdasarkan pada angka reproduksi virus yang terus bertahan di bawah 1 selama 6 minggu terakhir.

Untuk Bodebek yang meliputi Kabupaten dan Kota Bogor, Kota Depok, serta Kota dan Kabupaten Bekasi, akan tetap mengikuti kebijakan PSBB transisi yang ditetapkan DKI Jakarta.

PSBB Transisi berlaku hingga 4 Juli mendatang. Daerah tersebut dikhususkan, karena menjadi penyangga langsung dari Jakarta yang menjadi episentrum COVID-19.

“Saya juga akan ke Bogor, melakukan pengecekan di rumah ibadah, pasar, terminal atau stasiun KRL Jakarta-Bogor, untuk memastikan pengetesan terus dilanjutkan,” ujarnya.

Ia pun memastikan pengetesan masif akan terus dilaksanakan, khususnya di pusat perbelanjaan seperti pasar, kemudian tempat pariwisata dan titik berangkat-kedatangan transportasi antardaerah.

Sementara itu, Ketua IDI Jabar Eka Mulyana mengatakan, walau pengembangan vaksin dan obat untuk COVID-19 mulai terlihat progresnya, itu bukan jaminan untuk melonggarkan kewaspadaan.

“Tugas kami tenaga medis, perlu waspada ya karena pandemi masih berlangsung, artinya transmisi penularan masih berlangsung juga. Kami tenaga medis, mau sekarang rendah, besok tinggi, tingkat kewaspadaan tetap tinggi,” kata Eka.

Menurutnya penyakit yang menyerang saluran pernafasan ini berbeda dengan penyakit lainnya. Secara visual, gejala COVID-19 tidak bisa dilihat oleh kasat mata. “Kalau COVID-19 ini seperti orang sehat saja, dia bisa ke mal, ke tempat lainnya tapi masih ada potensi menularkan,” ujarnya.

IDI memberikan masukan, salah satunya dengan memperkuat sosialisasi dengan merangkul tokoh masyarakat. Lalu ulama atau opinion leader untuk menyampaikan kewajiban mematuhi protokol kesehatan dan memeriksakan diri, khususnya di daerah-daerah yang tak terjangkau.

Terkait siap atau tidak menerapkan New Normal atau AKB, Eka menilai ada beberapa aspek yang menjadi pertimbangan pemerintah untuk menerapkan status tersebut.

“Siap atau tidak siap harus siap, ini sudah jadi keputusan pemerintah. Artinya pemerintah mengambil keputusan ini kelihatannya dari dua aspek, pertama dari darurat kesehatan dan kedua dari aspek ekonomi,” ujarnya.(ral/int/pojokjabar)