BOGOR-RADAR BOGOR, Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar) sudah memperbolehkan pondok pesantren (ponpes) untuk kembali melaksanakan kegiatan pembelajaran. Sementara kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah formal masih dilarang di tengah pandemi Covid-19 ini.
Hal itu disampaikan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil saat mengecek kesiapan protokol kesehatan di Ponpes Hamalatul Quran Al Falakiyah, Pagentongan, Kecamatan Bogor Barat, Jumat (26/6/2020).
Kegiatan itu dilakukan untuk memastikan keamanan santri dan santriwati dari penularan Covid-19 di lingkungan pesantren. Pantauan Radar Bogor, Emil-sapaan Ridwan Kamil datang sekitar pukul 15.40 WIB, didampingi Wali Kota Bogor, Bima Arya, dan sempat mengecek kegiatan rapid test pada santri di halaman Ponpes Al Falakiyah.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) mengeluarkan Keputusan Gubernur (Kepgub) Jabar No: 443/Kep.321-Hukham/2020 tentang Protokol Kesehatan untuk Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 di Lingkungan Pondok Pesantren.
Keputusan itu di antaranya telah mengatur protokol kesehatan umum, protokol di tempat belajar, protokol di kobong (penginapan santri), protokol di tempat makan, protokol di kantin, hingga protokol jika ada indikasi Covid-19 di pesantren.
Emil menjelaskan, pihaknya mengizinkan ponpes untuk kembali dibuka dan menerima santri dengan persyaratan protokol kesehatan. Sebab, kurikulum dan sistem belajar di ponpes berbeda dengan sekolah formal.
Sehingga, dipersilahkan bagi pesantren yang ingin kembali menjalankan proses pengajarannya. “Semua (ponpes) sudah bergerak hampir 90 persen kecuali sekolah umum,” kata Emil.
Namun, Emil menegaskan, dibukanya ponpes tak berarti mengizinkan sekolah formal dibuka. Sebab, proses belajar sekolah formal harus dibuka secara serentak. “Kalau pesantren sudah mulai dipersilahkan, tapi kalau sekolah formal menunggu ada zona hijau yang disepakati baik level kota, provinsi dan pusat,” terang
Emil menyatakan, di Jabar terdapat sekitar 10 juta anak sekolah formal yang terbebas dari Covid-19. Karena itu, Emil menegaskan tak ingin tergesa-gesa untuk memutuskan sekolah kembali dibuka. “Kami tidak mau gegabah karena Covid-19 paling rawan ke usia anak sekolah, dan lansia (lanjut usia),” tegasnya.
Kemudian Emil juga meminta agar seluruh pengurus ponpes mewajibkan penggunaan masker bagi setiap santri, juga tetap jaga jarak dan penerapan cuci tangan akan diberlakukan dalam proses belajar mengajarnya.
“Nah, selama vaksin dan obat belum ditemukan, jaga jarak, pakai masker, dan cuci tangan, hanya itulah yang bisa menjauhkan penyakit yang kita sebut Covid-19,” katanya.
Sementara itu, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Kota Bogor Dedie A Rachim mengaku, meminta agar ponpes menyiapkan langkah-langkah yang proposional dan terukur terkait dengan aktivasi ponpes yang ada di wilayah Kota Bogor.
Untuk mengantisipasi adanya penyebaran Covid-19 di Ponpes, ia mengaku sempat berkomunikasi dengan Forum Komunikasi Pondok Pesantren Kota Bogor mengenai hal ini.
Dedie tak menampik jika ponpes saat ini menjadi tempat yang berpotensi menjadi penyebaran covid-19, lantaran domisili santri berasal dari berbagai daerah. Baik itu zona biru, kuning, hingga zona merah penyebaran covid-19 di sejumlah wilayah.
“Saya sudah berkoordinasi dengan Ketua Forum Komunikasi Pondok Pesantren Kota Bogor untuk juga menyiapkan langkah-langkah yang benar dan terukur sesuai protokol kesehatan, terkait aktivasi kembalinya pondok pesantren di Kota Bogor,” katanya.
Pemkot Bogor juga bakal merekomendasikan kepada pondok pesantren, untuk menerapkan sistem cek kesehatan. Hal ini dilakukan dengan cara setiap santri dari luar Bogor mesti menunjukkan surat keterangan sehat.
“Seperti yang kita ketahui anak-anak Kota Bogor yang mau nyantri (di luar Bogor) syaratnya harus rapid tes, begitu juga kita minta melakukan hal yang sama. Dianjurkan untuk rapid tes dan bawa surat keterangan sehat,” ucapnya.
Dedie mengaku, jika dari pihak Forum Komunikasi Pondok Pesantren Kota Bogor, sempat ada permintaan untuk penyelenggaraan Rapid Tes massal bagi santri yang masuk dalam kategori pra sejahtera.
“Ini mungkin bisa kita bisa usulkan. Kami menunggu berapa banyak santri yang berstatus kurang mampu itu agar bisa segera difasilitasi oleh Dinas Kesehatan untuk melakukan Rapid Tes,” bebernya.
Berdasarkan data yang diterima pihaknya, Kota Bogor miliki 144 pondok pesantren, yang tersebar di 68 kelurahan. “Yang penting untuk langkah awal, kita sudah ada komunikasi dulu nih dengan pengasuh pondok pesantren, kemudian baru kita bicarakan seperti apa langkah detailnya secara teknis nanti,” tegasnya.(ded/c)