PPATK Terbitkan 442 Hasil Analisis Sepanjang 2020, Korupsi dan Terorisme Mendominasi

0
42
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) merilis hasil kerja selama tahun 2020. Andika/Radar Bogor
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) merilis hasil kerja selama tahun 2020. Andika/Radar Bogor

BOGOR-RADAR BOGOR, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) merilis hasil kerja selama tahun 2020 ini. Hasilnya, ada 420 dokumen hasil analisis (HA) yang diberikan ke instansi terkait.

Paling dominan, adalah kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT). Selain hasil analisis, ada 366 butir Informasi, serta 20 dokumen Hasil Pemeriksaan (HP).

Kepala PPATK, Dian Ediana Rae memaparkan, seluruh produk PPATK itu telah disampaikan kepada penegak hukum terkait untuk ditindaklanjuti. Paling banyak disetor ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan kepolisian.

“Ini sudah sesuai, dan hasil analisis kita sudah kita sampaikan ke aparat sesuai tindak pidana hukum sesuai dengan tindak pidananya,” kata Dian saat diwawancarai di Kota Bogor, Rabu (16/12/2020).

Meskipun memang, tak hanya korupsi dan pendanaan terorisme, juga ada kasus tindak pidana pajak, penipuan, narkotika, penggelapan, dan seluruh tindak pidana terkait lainnya.

Kontribusi PPATK juga terwujud dalam peningkatan penerimaan negara dalam bentuk pajak. Kontribusi data PPATK terhadap penerimaan negara dalam rangka Pengampunan Pajak adalah sebesar Rp. 2.205.379.928.015.

Sementara itu, kontribusi HA dan Hasil Pemeriksaan PPATK dalam peningkatan penerimaan pajak negara adalah sebesar Rp. 180.904.735.584.

Fakta menyebut, perkara TPPT ternyata alami peningkatan. Pelaporan terhadap pendanaan terorisme juga meningkat cukup signifikan. Dibandingkan dengan tahun lalu, pola – pola kasus yang dianalisa tak jauh berbeda. Meskipun memang, ada pergeseran tindak pidana tertentu yang meningkat, misalnya penipuan.

“Penipuan itu cukup meningkat saat pandemi sekarang ini. Karena ini terkait dengan beberapa hal, pertama adalah meningkatkan nya transaksi yang terkait dengan alat alat kesehatan,” terangnya lagi.

Pemanfaatan teknologi juga jadi salah satu sarana pendukung kejahatan tersebut. Dengan teknologi sederhana seperti surel atau rekening bank, modus seperti itu rentan terjadi.

“Kalau laporannya cepat, bisa kita bekukan transaksinya. Karena PPATK memiliki kewenangan itu, tetapi kalau telat uangnya sudah keburu diambil,” tegasnya.

Para pelaku siber itu juga tak semata – mata dari warga Indonesia. Ada juga ditemukan jaringan internasional yang memakai rekening dalam negeri untuk transaksi. Sederhananya, meminjam rekening.

“Misalnya mereka membayar sesuatu, nanti dia melakukan kejahatan tertentu dia menggunakan rekening orang lain. Yang sebetulnya dia tidak melakukan apapun tapi ditinjau dengan diberikan sejumlah uang. Itu kejadian yang banyak terjadi sekitar 80 kasus dan itu banyak sekali jutaan dolar,” urainya.

PPATK juga melakukan pengkinian terhadap Asesmen Risiko Nasional TPPU, TPPT, dan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal yang direncanakan untuk diluncurkan pada 2021.

“Apresiasi setinggi-tingginya disampaikan kepada Presiden RI, yang telah mendukung kerja nyata PPATK dalam bidang pencegahan dan pemberantasan TPPU dan TPPT,” tutupnya.(dka)