Sidang Dakwaan di PN Bogor, Fikri Salim Cs Diduga Gelapkan Dana Rp715 Juta

0
48
Sidang dugaan kasus pemalsuan surat dengan terdakwa Fikri Salim kembali digelar di Pengadilan Negeri Bogor, Senin (21/12/2020). Alpin/Radar Bogor
Sidang dugaan kasus pemalsuan surat dengan terdakwa Fikri Salim kembali digelar di Pengadilan Negeri Bogor, Senin (21/12/2020). Alpin/Radar Bogor

BOGOR-RADAR BOGOR, Sidang dugaan kasus pemalsuan surat dengan terdakwa Fikri Salim kembali digelar di Pengadilan Negeri Bogor, Senin (21/12/2020). Agenda sidang kedua ini pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor.

Sidang dengan nomor perkara 280/Pid.B/2020/PNBGR tersebut dilaksanakan secara virtual dengan Ketua Majelis Hakim, Arya Putra Negara Kutawaringin, Hakim Anggota Edi Sanjaya Lase dan Edwin Adrian serta Panitera Dian Suprihatin.

Persidangan kali ini juga dihadiri kuasa hukum para terdakwa. Sementara terdakwa Fikri Salim dan terdakwa Rina Yuliana mengikuti sidang melalui aplikasi zoom dari Lapas Gunung Sindur.

Dalam dakwaannya JPU menyebutkan terdakwa Fikri Salim dan Rina Yuliana diduga melakukan pemalsuan surat atas pengurusan perizinan pembangunan rumah sakit di Kota Bogor pada 2015 sampai 2019.

Fikri Salim sendiri ditunjuk sebagai pelaksana proyek pembangunan rumah sakit. Sedangkan Rina Yuliana sekalu pengurus perizinan di DPMPTSP Kota Bogor.

Untuk pengurusan perizinan rumah sakit tersebut, kata Jaksa, ada kesepakatan antara Fikri Salim, Rina Yuliana dan satu saksi lain. Untuk pembiayaan perizinan kemudian Fikri Salim mengajukan ke perusahaan induk yang membangun rumah sakit dengan cara pengantian uang melalui kwitansi.

“Perizinan yang sudah terbit, adalah informasi peruntukan ruang, izin mendirikan rumah sakit telah menghabiskan biaya Rp1 miliar lebih. Bahwa biaya resmi untuk IMB, yaitu Rp368 juta dan retribusi perluasan IMB Rp20 juta. Dengan demikian perusahaan mengalami kerugian Rp715 juta,” kata JPU dalam persidangan.

Masih, kata JPU, bahwa Fikri Salim, Rina Yulina dan satu saksi lain membuat kuitansi-kuitasi untuk dijadikan bukti yang dipergunakan guna mengajukan penggantian uang yang seolah-olah untuk pengurusan perizinan rumah sakit. Kuitansi-kuitansi itu dibuat Rina Yuliana atas suruhan Fikri Salim.

Namun, hingga waktu yang telah ditentukan Agustus 2019, rumah sakit tersebut belum dapat dioperasikan lantaran izin operasional yang diurus terdakwa belum sepenuhnya diberikan instansi berwenang khusunya sertifikat layak fungsi dan revisi siteplan.

Usai pembacaan surat dakwaan, Ketua Hakim Arya Putra Negara Kutawaringin bertanya kepada terdakwa berkaitan dengan dakwaan. “Apakah saudara sudah mendengarkan pembacaan dakwaan,” kata Ketua Majlis Hakim.

Pertanyaan Masjlis Hakim langsung dijawab terdakwa yang terhubung melalui saluran aplikasi dan terlihat dilayar. “Sudah mendengar pak hakim, sudah mengerti pak hakim,” jawab Fikri Salim.

Sementara kuasa hukum terdakwa Fikri Salim, saat ditanya majlis hakim mengaku tidak akan mengajukan eksepsi. “Setelah mendengar dan melihat, kami tidak melihat yang perlu diajukan eksepsi,” kata kuasa hukum terdakwa.

Hal serupa dalam sidang agenda pembacaan surat dakwaan dengan terdakwa Rina Yuliana. Para penasehat yang hadir langsung dalam persidangan menyatakan tidak akan mengajukan eksepsi atas dakwaan yang dibacakan JPU. “Untuk dakwaan tersebut, kami penasehat hukum terdakwa tidak akan mengajukan eksepsi,” kata penasehat hukum Rina Yuliana.

Diketahui, kasus tersebut bergulir di meja hijau atas laporan Prof. Dr Lucky Aziza, pemilik PT Jakarta Media, yang melaporkan Fikri atas dugaan pemalsuan surat dan pengelapan dalam jabatan serta penipuan.(pin)