AKTIVITAS pertanian di Kota Bogor terbilang aktif. Padahal lahan pertaniannya sangat terbatas. Itulah salah satu keunikan Kota Hujan.
Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Bogor mencatat, ada lebih dari 100 kelompok tani aktif yang tersebar di setiap kecamatan.
Realitas ini adalah sebuah potensi yang dapat dimanfaatkan untuk menerapkan dan mengembangkan konsep urban farming.
Kegiatan urban farming memang tidak menuntut ketersediaan lahan yang luas. Ada berbagai teknologi yang dapat dipergunakan untuk menyiasati keterbatasan lahan. Diantaranya dengan teknik hidroponik, aquaponik dan wall garden.
Dengan teknologi itu, bertani bisa dilakukan di pekarangan rumah, di lahan fasos dan fasum perumahan, maupun di lahan kosong milik pemerintah serta ruang terbuka lainnya. Bahkan juga bisa memanfaatkan dinding tembok di gang-gang perumahan.
Potensi itulah yang sedang dioptimalkan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Bogor untuk mengembangkan urban farming melalui gerakan Bogor Berkebun.
Awal Desember lalu gerakan ini diresmikan. Ditandai dengan meninjau dan memetik sayuran yang ditanam di etalase Bogor Berkebun di Balaikota Bogor.
Pada kesempatan itu Wali Kota Bogor, Bima Arya menyatakan, jika gerakan ini berjalan maksimal, maka dampaknya akan luar biasa. “Diantaranya membangkitkkan perekonomian, menghilangkan stres dan meningkatkan kebersamaan,” katanya.
Menurut Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Bogor, Anas S Rasmana, Gerakan Bogor Berkebun memiliki tiga tujuan.
Pertama, agar warga mampu memenuhi kebutuhan pangan secara mandiri dengan komoditi primer, mengelola kebun lebih sistematis melalui aplikasi yang telah dibuat dan tahapan pasca panennya dilakukan dengan melibatkan pihak lain sebagai penyaluran hasil panennya.
“Dengan berkebun diharapkan mampu menghasilkan wirausaha baru di bidang pertanian, membuka lapangan kerja bagi yang terdampak Covid-19. Untuk jangka panjang, bisa membantu pemulihan ekonomi,” kata Anas.
Memang ada beragam manfaat yang dapat dipetik dari gerakan ini. Menurut Kepala Bidang Tanaman Pangan Holtikultura dan Penyuluhan Pertanian DKPP Kota Bogor, Dian Herdiawan, gerakan ini juga bermanfaat untuk mendukung penghijauan dan kebersihan kota. Penghijauan kota menurutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak kebun sayuran.
“Sebab selain mempertimbangkan unsur estetika, penghijauan kota juga dapat mempertimbangkan unsur produktivitas,” katanya.
Artinya tanaman yang dikembangkan dapat dipetik hasilnya dengan dikonsumsi langsung atau dijual. Pada gerakan ini kegiatan diarahkan untuk menanam sayuran dan tanaman hias.
Gerakan ini juga sejalan dengan program pengelolaan sampah berbasis lingkungan. Saat ini berbagai Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) yang merupakan perwujudan sistem pengelolaan sampah berbasis lingkungan, sudah bergerak melengkapi aktivitas mereka dengan berkebun.
Disitu ada kegiatan pembuatan sekaligus pemanfaatan kompos, dan beternak ikan serta unggas. Juga ada pemberdayaan kelompok wanita tani yang tak lain adalah ibu-ibu warga di lingkungan setempat.
Dengan demikian urban farming terkelola secara terpadu dengan pengelolaan sampah lingkungan dan pemberdayaan masyarakat. Sekaligus menjadi solusi dari pengelolaan sampah organik dan keterbatasan lahan pertanian. Di hampir setiap TPST di Kota Bogor, pengembangannya sudah mengarah pada perwujudan keterpaduan tersebut.
Saat ini di setiap kecamatan sudah muncul kelompok-kelompok tani yang melaksanakan urban farming. DKPP Kota Bogor mencatat, ada 20 kelompok di Bogor Barat, 15 kelompok di Bogor Selatan, 25 kelompok di Bogor Utara, 14 Kelompok di Bogor Timur, 19 Kelompok di Tanah Sareal dan 11 Kelopok di Bogor Tengah. Target yang dibidik melalui Gerakan Bogor Berkebun bukan hanya Kelompok Wanita Tani (KWT) yang besar dan sudah berjalan.
Sebab seperti yang diharapkan Bima, bagaimana supaya minat berkebun dapat tumbuh di masyarakat. “Yang tidak kalah penting adalah menjadi sarana mengisi waktu, menambah pendapatan dan kemudian menggairahkan urban farming se-kota Bogor,” katanya.
Kepada pihak-pihak yang terlibat Gerakan Bogor Berkebun, Bima menyarankan agar target yang dipasang jangan langsung ingin menyuplai ke pasar, mengingat yang terpenting adalah sistemnya berjalan, jaringannya ada dan sistem pendampingan digitalisasi berjalan.
Apa yang diharapkan Bima tampaknya sudah terwujud. Titin, seorang anggota Kelompok Wanita Tani Berkah di Bogor Timur, menyatakan bahwa kegiatan bersama teman-temannya lebih merupakan kegiatan penyaluran hobi berkebun dan mengisi kekosongan waktu dan memperluas aktivitas berkebun yang sebelumnya sudah dilakukan di rumah masing-masing.
“Senang sekali ketika bisa melihat pohon yang kita tanam di halaman rumah bisa tumbuh subur dan hasil panennya bisa dinikmati,” katanya.
Ia juga menyebut ada manfaat lain yang bisa dipetik dari aktivitas KWT. “Banyak belajar dan bisa sering kumpul-kumpul sama ibu – ibu lain,” lanjutnya.
Bersama kelompoknya saat ini ia sudah mengelola kebun sayuran seluas 400 M2 dan berbagai jenis tanaman hias. Juga bersama kelompok TPST-nya sudah mengelola screen house yang diisi dengan tanaman bawang merah dengan teknik hidproponik. Ini merupakan bantuan dari Bank Indonesia dan dukungannya terhadap gerakan Bogor Berkebun.
Menurut Dian Herdiawan, dalam waktu dekat pembuatan screen house yang sama juga akan dilakukan untuk membantu kelompok tani di TPST kecamatan lainnya.
Untuk membuat gerakan ini dapat berjalan optimal, Wali Kota Bogor mengingatkan agar kegiatan bimbingan, pembinaan dan pendampingan betul-betul diaktifkan.
Disamping jaringan, konsistensi dan kelembagaan. Pemerintah dengan kebijakannya melakukan fasilitasi dengan pihak-pihak terkait untuk menyambungkan semua yang ada karena keterbatasan yang ada.
Terlebih di Bogor banyak lembaga kajian yang berfokus pada agro industri dan hal itu bisa dimaksimalkan dengan menciptakan satu jaringan.
“Jadi saya titip betul-betul pendampingannya,” pesannya ketika acara peresmian. Semoga dengan bimbingan dan pendampingan yang intensif, Bogor Berkebun bisa lebih produktif. (Advertorial)