Aprindo Koreksi Target Pertumbuhan Ritel ke 8,5 Persen

0
56
Konsumen sedang berbelanja di salah satu pasar modern di Surabaya. (Frizal/Jawa Pos)
Ilustrasi swalayan. (Frizal/Jawa Pos)
Konsumen sedang berbelanja di salah satu pasar modern di Surabaya. (Frizal/Jawa Pos)
Konsumen sedang berbelanja di salah satu pasar modern di Surabaya. (Frizal/Jawa Pos)

JAKARTA-RADAR BOGOR, Wabah virus korona yang mulai mengganggu perekonomian Indonesia menjadi pertimbangan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) untuk merevisi target tahun ini. Apalagi, di Jakarta, aktivitas ritel belum pulih akibat banjir berkali-kali. Dua peristiwa itu memukul sektor ritel lewat merosotnya kunjungan wisatawan mancanegara.

Aprindo berharap pemerintah segera bertindak agar ritel tidak semakin terpuruk. Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey mengatakan bahwa kinerja ritel di destinasi wisata seperti Bali lesu. Penurunannya, menurut dia, tajam. Yakni, mencapai 35–40 persen dari kondisi normal.

“Konsumsi ritel menjadi bagian yang tak terpisahkan dari traffic wisatawan,” tegas Roy saat ditemui di Bali akhir pekan lalu.

Transaksi ritel biasanya melonjak pada masa liburan. Dan, rata-rata nilai transaksi wisatawan jauh lebih besar daripada konsumen ritel yang bukan turis.

Khusus tentang Tiongkok, Roy menyatakan bahwa tiap bulan ada sekitar 200 ribu turis dari Negeri Panda yang berwisata di Indonesia. “Misal mereka stay tiga hari saja di Bali, itu spending rata-rata mencapai USD 500 (sekitar Rp 7,15 juta). Jadi, bisa dibayangkan potensi kerugiannya,” ungkapnya.

Terkait dengan banjir Jakarta, Roy menuturkan bahwa potensi kerugian ritel bisa mencapai Rp 1 miliar per hari. Karena itu, mau tidak mau Aprindo mengoreksi target pertumbuhan.

“Awal tahun kita ingin sekali menggenjot ritel ke angka pertumbuhan double-digit. Tapi, situasinya memaksa kita kini memasang target tak jauh berbeda dari tahun lalu, sekitar 8,5 persen,” paparnya.

Dalam mematok target, Aprindo mempertimbangkan volatilitas indeks penjualan riil (IPR). Berdasar survei Bank Indonesia (BI), pertumbuhan penjualan ritel pada November lalu mencapai 1,3 persen. Itu lebih lambat daripada bulan sebelumnya yang 3,6 persen.

“Inflasi rendah juga patut diwaspadai. Di satu sisi menandakan stabilitas harga barang, tetapi di sisi lain menunjukkan pelemahan daya beli masyarakat,” tuturnya. (jwp)