JAKARTA-RADAR BOGOR, Meningkatnya jumlah korban meninggalkan akibat virus korona (Covid-19) di Indonesia membuat para investor global angkat kaki.
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) per 23 Maret, tercatat aliran modal yang keluar (capital outflow) mencapai Rp 125,2 triliun.
Jumlah tersebut terdiri dari surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 112 triliun, saham Rp 9,2 triliun, dan sisanya dari obligasi. “Kondisi capital outflow sebagian besar terjadi pada Maret saat Covid 19 mulai menginfeksi banyak pasien. Dengan total Rp 104,7 triliun,” ucap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam live streaming konferensi pers, Kamis (24/3).
BI juga menginjeksi likuiditas untuk menjaga pasar keuangan hingga Rp 300 triliun. Yakni dengan membeli SBN sebesar Rp 168 triliun, repo bank Rp 55 triliun, dan penurunan giro wajib minimum (GWM) untuk April sekitar Rp 75 triliun.
Sementara itu, nilai tukar rupiah kembali menguat, kemarin. Berdasarkan Bloomberg Markets spot rate, rupiah berada di level 16.500 per USD. Menurut Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) BI, malah tercatat lebih baik, yakni berada di posisi 16.486.
Perry menyatakan, nilai tukar rupiah cukup stabil sepanjang hari kemarin. Situasi tersebut akibat menurunnya kepanikan investor global.
“Juga, keterlibatan eksportir yang membantu memasok USD ke pasar valas. Sehingga membuat nilai tukar rupiah bergerak stabil di pasar valas,” papar pria kelahiran Sukoharjo itu.
Perry memastikan, cadangan devisa Indonesia lebih dari cukup untuk menstabilisasi nilai tukar rupiah. Pihaknya akan terus berkoordinasi dengan pemerintah untuk menjaga kecukupan cadangan devisa selama pandemi Covid-19.
Sementara itu, ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, langkah Bank Indonesia mewajibkan transaksi lindung nilai bagi korporasi cukup tepat untuk mengelola risiko nilai tukar. Selain itu, langkah pemerintah menangani Covid-19 lebih masif dengan rapid test, serta pemetaan prioritas wilayah rawan.
Kemudian desentralisasi kewenangan kepada laboratorium-laboratorium yang telah ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan, dan mempersiapkan rumah isolasi dan rumah sakit membuat sentimen di pasar keuangan domestik mereda.
“Selain itu, kebijakan ekonomi, terkait instruksi Presiden untuk penghematan belanja pemerintah pusat dan daerah untuk dialokasikan penanganan Covid-19, diharapkan dapat mengurangi tekanan dan volatilitas yang cenderung tinggi di pasar keuangan domestik,” kata Josua.
Begitu pula, tujuh jurus kebijakan BI yang diharapkan memberikan stimulus bagi perekonomian tanah air. Menjaga stabilitas sistem dan pasar keuangan.
“Dengan berbagai kombinasi kebijakan stimulus dari pemerintah maupun bauran kebijakan BI, diharapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih cenderung stabil dan tetap resilient meskipun cenderung melambat dibandingkan pertumbuhan ekonomi tahun 2019 yang lalu,” bebernya.
Dalam jangka pendek ini, lanjut Josua, investor asing masih mencermati perkembangan Covid-19. Seberapa lama wabah virus asal Wuhan tersebut akan berlangsung dan seberapa besar akan mempengaruhi potensi perlambatan ekonomi global. Jika penyebaran Covid-19 cenderung mereda, diharapankan tekanan pada pasar keuangan dan nilai tukar negara berkembang turut mereda. (jpg)