Terdampak Covid-19, Ekonomi Indonesia Diprediksi Pulih Akhir 2021

0
41

JAKARTA-RADAR BOGOR, Pandemi Covid-19 telah menyebabkan mandeknya perekonomian global.

Kinerja perdagangan global dipastikan akan terganggu akibat lambatnya perbaikan kinerja manufaktur, khususnya di Tiongkok hingga menjelang semester pertama tahun ini.

Terganggunya jalur distribusi juga berdampak negatif terhadap perekonomian Indonesia ke depan.

Kesimpulan ini didapatkan Pusat Kajian Visi Teliti Saksama (VTS) melalui riset kajian berjudul ‘Limbung Roda Terpasak Korona’ yang telah diterbitkan sebelumnya.

Menurut uji simulasi pandemi dengan model sistem dinamik oleh peneliti Visi Teliti Saksama, M. Widyar Rahman, pandemi Covid-19 di Indonesia diperkirakan akan reda pada awal Juni 2020. Lantas, bagaimana dengan pemulihan ekonomi Indonesia?

“Tentunya proses pemulihan ekonomi akan membutuhkan waktu yang lebih panjang, setidaknya sampai akhir 2021,” kata Widyar, Senin (27/04).

Ia mengungkapkan bahwa bila dibandingkan wabah SARS 2002–2003 yang juga berasal dari Tiongkok, dampak negatif dari merebaknya Covid-19 terhadap perekonomian akan jauh lebih luas.

Dalam kaitan analisa dampak ini, Visi mengumpulkan berbagai informasi untuk memperkirakan dampak yang terjadi pada perekonomian Indonesia.

Adapun studi dilakukan di bulan Februari hingga awal Maret. Analisa yang dilakukan berawal dengan melihat hubungan ekonomi antara Indonesia dengan Tiongkok, sebagai episentrum awal penyebaran virus.

Dalam lima tahun terakhir, Tiongkok selalu menempati tiga besar mitra dagang utama Indonesia.

Berdasar kategori barang konsumsi, bahan baku, dan barang modal sepanjang Januari hingga Desember 2019, makin kentara ketergantungan Indonesia terhadap Tiongkok.

Dari ketiga kategori barang yang diimpor oleh negara ini, sebanyak 37% barang konsumsi, 25% bahan baku penolong, dan 44% barang modal jelas diimpor dari China.

Dalam hal investasi langsung, selama rentang lima tahun terakhir (2016—2019), Indonesia menerima aliran investasi Tiongkok sebesar USD 13,2 miliar atau peringkat ketiga terbesar bagi Indonesia.

Selain di bidang investasi, Tiongkok juga memiliki peran besar dalam sektor pariwisata di Indonesia. Dalam kurun 8 tahun, turis Tiongkok meningkat jumlahnya sebanyak 309%, yaitu dari 511 ribu pada tahun 2010 menjadi 2,14 juta pada tahun 2017.

Stok Bahan Baku

Peneliti Senior Visi, Sita Wardhani menuturkan, dari sisi produksi, rata-rata produsen dalam negeri memiliki stok bahan baku hingga Maret dan April 2020.

Jika pada bulan-bulan tersebut belum juga ada pasokan dari Tiongkok atau hanya terpenuhi sedikit, proses produksi pabrik di Indonesia dapat terhambat.

“Dampak minimum pada perekonomian adalah dengan asumsi perekonomian Tiongkok bangkit dan kembali aktif di bulan April,” kata Sita.

Namun jika masa pemulihan yang dialami Tiongkok lebih lama, yakni dengan asumsi baru berproduksi kembali di Juni 2020, artinya proses impor baru bisa dilakukan di bulan Juli. “Dengan begitu, dampak resesi yang dihadapi Indonesia akan lebih dalam lagi,” cetusnya.

Selain dialami industri mamin, lanjutnya, gangguan lebih dalam juga bakal dialami industri manufaktur lain. Dampak dari kelangkaan bahan baku ini akan membawa inflasi yang lebih tinggi karena industri manufaktur tidak mampu memenuhi permintaan dan memicu terjadinya shortage.

Di sisi lain, dengan inflasi yang tinggi, tentu rumah tangga akan menurunkan konsumsinya. Padahal kontribusi terbesar dari pertumbuhan ekonomi Indonesia sejauh ini adalah konsumsi rumah tangga.

“Dengan tingkat inflasi tinggi, konsumsi rumah tangga juga turun sejalan dengan daya beli yang juga menurun. Imbasnya, pertumbuhan ekonomi pun dapat terpuruk lebih jauh,” tutur Sita. (jpg)