JAKARTA-RADAR BOGOR, Perppu No.01/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Covid-19 memberikan ruang lebih luas untuk memanfaatkan pendanaan dalam penanganan pandemi Covid-19 dan berbagai dampak ikutannya.
Salah satu kebijakan yang tertera adanya dukungan dana insentif sebesar Rp 70,1 triliun dan relaksasi perpajakan bagi sektor dunia usaha yang terdampak Covid-19.
“Ada keringanan pada nasabah yang sedang berhutang ataupun keringanan-keringanan lain dari lembaga keuangan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus mengawal kebijakan tersebut agar bisa benar benar diterapkan,” papar pengamat ekonomi dari INDEF Ariyo DP Irhamna terkait implementasi stimulus perekonomian menghadapi Pandemi Covid-19 di Jakarta, Selasa (28/4/2020).
Dengan pengawalan yang ketat, pelaku usaha yang terdampak Covid-19 bisa mendapatkan kemudahan untuk menunda kewajiban membayar cicilannya selama beberapa bulan atau sampai wabah Covid-19 ini berlalu.
“Sayangnya, OJK menyerahkan mekanisme penerapan kebijakan pemerintah yang tertuang dalam Perpu ke kemampuan masing-masing perusahaan jasa keuangan atau multi finace. Akibatnya, penerapan Perpu ini kurang efektif,” imbuhnya.
Menurut ekonom yang menyelesaikan pendidikan masternya di University of Birmingham Inggris ini, harusnya pemerintah lebih serius menjalankan Perpu No.1/2020 dengan memberikan insentif kemudahan kepada para pelaku usaha, agar semua tagihan atau cicilan maupun kewajiban pembayarannya ditunda dahulu.
Menurut Ariyo, dampak ekonomi dari wabah Covid-19 ini bila dibiarkan selain menimbulkan problem ekonomi yang serius. Untuk itu pemerintah perlu mengambil langakah langkah strategis yang benar benar dijalankan untuk melindungi perekonomian nasional.
Sependapat dengan Pengamat ekonomi lainnya Ariyo sepakat, yang pertama pemerintah memprioritaskan langkah-langkah pencegahan penularan Covid-19 kepada rakyat Indonesia. Menurutnya, pencegahan jauh lebih baik dari pada mengobati yang sudah sakit. “Penghentian wabah Covid-19 merupakan kunci keberhasilan pemulihan ekonomi,” katanya.
Agar pemerintah pusat dan pemerintah daerah dapat melakukan upaya pencegahan penularan dan penyebaran wabah Covid-19 secara maksimal, Ariyo mendukung kebijakan pemerintah pusat yang membolehkan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) digunakan untuk menambah biaya pencegahan dan penularan Covid 19 oleh pemerintah daerah di daerahnya masing-masing.
Menurut Ariyo saat ini Pemerintah Daerah lebih banyak memanfaatkan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau untuk pembangunan fisik. Bukan kepada peningkatan kualitas kesehatan, Pendidikan dan kualitas sumber daya masyarakat daerah.
“Saya setuju DBHCHT itu bisa digunakan untuk mengatasi Covid-19 karena kalau tidak diatasi, ekonominya akan semakin lama dan dalam jatuhnya. Semakin lama kita recovery econominya,” papar Ariyo.
Selain memberikan sumbangan kepada pemerintah daerah lewat DBHCHT cukup besar, Ariyo mengakui industri rokok menyerap tenaga kerja yang banyak dan memberikan sumbangan keuangan yang besar bagi penerimaan negara. Karena itu dia yakin perhatian pemerintah terhadap industri hasil tembakau ini cukup besar. Namun Ke depan pemerintah perlu menggali sumber sumber cukai lainnya. Tidak harus dari cukai rokok. Harus ada dari sektor lainnya.
Ariyo mengakui, penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang diterapkan banyak pemerintah daerah selain di Jakarta dan wilayah Bodetabek, sedikit banyak memgganggu kelancaran ekonomi.
Namun, mengingat tujuan dari PSBB adalah mencegah penyebaran dan penularan Covid-19, maka PSBB harus didukung semua pihak dan dijalankan . Agar wabah Covid 19 segera berlalu. Sementara kunci dari pemulihan ekonomi sangat bergantung pada pencegahan penyebar luasan dan pencegahan penularan Covid-19.
“PSBB itu adalah dalam rangka pencegahan Covid-19. Bagaimanapun, pencegahan jauh lebih baik dari pada mengobati yang sakit. Jadi, PSBB ini harus dilaksanakan dan harus didukung agar wabah Covid 19 ini segera berlalu,” papar Ariyo DP Irhamna. (jpg)