JAKARTA-RADAR BOGOR, Pemerintah terus mengawasi harga barang-barang kebutuhan pokok di pasar. Gula menjadi salah satu yang disorot karena harganya rawan melejit di atas harga eceran tertinggi (HET).
Selasa (28/4/2020) Kementerian Perdagangan menyebutkan, ada indikasi harga acuan yang tidak wajar pada rantai pasok gula.
Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menegaskan bahwa HET gula Rp 12.500 per kilogram sesuai Permendag No 7 Tahun 2020. Namun, dari pantauan bersama kementerian dan Satgas Pangan Polri, harga gula di pelelangan Rp 12.900 per kilogram.
“Terdapat temuan pelelangan gula Rp 12.900 per kilogram sehingga membuat harga di distributor Rp 15.000 per kilogram dan pasaran sekitar Rp 17.000 per kilogram,” katanya.
Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo melaporkan, Satgas Pangan Sumatera Utara menemukan lelang gula dengan harga tinggi oleh PT Perkebunan Nusantara II (PTPN II). “Kami siap memberikan sanksi kepada oknum yang diduga memanipulasi harga gula,” tuturnya.
Pada tahap awal, menurut Listyo, pihaknya akan memberikan teguran. Jika pelanggaran berlanjut, dia mengaku telah menyiapkan sanksi administratif. Mulai pencabutan izin usaha sampai sanksi pidana.
“Sanksi harus ada. Yang bersifat administratif akan dikeluarkan Kemendag. Salah satunya, tidak memberikan izin usaha,” ujarnya.
Untuk mengantisipasi tingginya harga, Kemendag juga akan memangkas rantai distribusi gula. Yakni, dengan menyalurkan gula dari produsen langsung ke ritel modern.
“Kami telah mengimbau produsen-produsen tertentu untuk langsung melepas ke ritel modern. Kami juga bekerja sama dengan para distributornya dan mengakomodasi pasar tradisional,” ungkapnya.
Sebelumnya, pemerintah menugasi beberapa produsen gula rafinasi untuk mengalihkan 250.000 ton produknya menjadi gula kristal putih (GKP). Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Suhanto menjelaskan, sampai saat ini, sudah ada sekitar 99.000 ton GKP yang diolah dari 250.000 ton gula rafinasi.
Dalam kesempatan itu, Agus juga menegaskan bahwa tidak akan ada penyesuaian HET gula pada tingkat konsumen. “Kalau HET naik, ada inflasi. Kecuali produksi sudah tidak bisa lagi atau melebihi HET,” tuturnya.
Penyesuaian harga pada tingkat konsumen, menurut Agus, tidak bijak dilakukan di tengah pandemi Covid-19 seperti sekarang.
“Kami juga memperhatikan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat. Jangan membebani masyarakat dengan HET,” katanya. (jpg)