Tantangan dan Peluang Agribisnis Jeruk di Masa dan Pasca Pandemik Covid -19

0
27

BOGOR-RADAR BOGOR, Mengambil tema “Tantangan dan Peluang Agribisnis Jeruk di Masa dan Pasca Pandemik Covid 19” Balai Penelitian Jeruk dan Buah Sub Tropika (Balitjestro) Badan Litbang Pertanian mengadakan webinar yang diikuti oleh sekitar 1400 peserta yang terdiri dari praktisi, akademisi, petani,peneliti, dan pelaku agribisnis lainnya Rabu (10/6/2020).

Webinar ini menghadirkan nara sumber Direktur Buah dan Flori Direktorat Jenderal Hortikultura Liferdi, Kepala Balitjestro Harwanto, Business Development Manager PT. Laris Manis Vendi Tri Suseno, Petani Jeruk Lereng Gunung Lawu Muhtar Syafie dan sebagai moderator adalah Hardiyanto, peneliti senior Balitjestro.

Lifrerdi menyampaikan pandemi Covid-19 meningkatkan kesadaran publik terhadap pentingnya hidup sehat. Masyarakat kerap melakukan segala cara agar terhindar dari serangan coronavirus. Mulai dari rutin berolahraga, mengonsumsi makanan yang lebih sehat, hingga membeli produk-produk kesehatan.

Permintaan akan buah-buahan meningkat, khususnya buah yang mengandung Vitamin C yang tinggi seperti Jeruk. Kandungan Kandungan vitamin C pada jeruk sebesar 53,2 mg per 100 g.

Selain itu terdapat antioksidan, flavanoid, beta karoten dan hesperidin yang berfungsi sebagai pembentuk antibodi tubuh dan dapat meningkatkan imunitas tubuh.

“Hal ini menjadikan permintaan jeruk dalam negeri pun semakin meningkat di masa Covid 19 saat ini dan memberikan peluang untuk lebih dikembangkan,” lanjutnya.

Sementara, Kepala Balitjestro menjelaskan bahwa pihaknya ikut berkontribusi di masa pandemi dengan memperkenalkan pemasaran online melalui bimbingan teknis online, riset potensi jeruk (kulit buah dan daging) sebagai pencegahan virus corona, serta mengolah kulit jeruk yang dianggap sebagai limbah menjadi minyak atsiri dari jeruk manis dan purut.

Terkait penyediaan aneka ragam jeruk di tanah air, Harwanto mengatakan saat ini telah terdaftar berbagai varietas unggul substitusi impor.

“Diantaranya keprok JOP, Ortaji, Orinda Agrihorti, DN Sabilulungan, Siam Banjar, Topazindo Agrihorti, Soe 86 Agrihorti, Krisma Agrihorti, keprok RGL, dan masih banyak lainnya,” tambahnya.

Dalam beberapa kesempatan sebelumnya, Kepala Balitbangtan Fadjry Djufry juga telah menegaskan bahwa pengembangan jeruk asli Indonesia akan terus digenjot untuk dapat bersaing dengan jeruk impor.

“Kualitas jeruk kita lebih baik, lebih segar, lebih manis. Dan dengan adanya pengembangan buah jeruk oleh Kementan di Balitjestro (Balai Besar Penelitian tanaman Jeruk dan buah Subtropika) di Batu, produksi jeruk di Indonesia diupayakan terus meningkat dengan kualitas ekspor yang tidak kalah dengan jeruk negara lain,” ujar Kepala Balitbangtan Fadjry Djufry

Disisi lain Business Developmen Manager PT Laris Manis Vendi Tri Suseno mengungkapkan bahwa preferensi konsumen Indonesia umumnya memilih jeruk untuk dikonsumsi langsung, baik peras maupun olah, dimana 90% meminta tingkat brix yang tinggi. “Konsumen sebenarnya tidak mengharuskan jeruk berwarna kuning atau oranye, mereka juga menyukai jeruk berwarna hijau, selama rasanya manis”, ungkapnya.

Muhtar Efendi selaku petani jeruk di lereng Gunung lawu menjelaskan bahwa di wilayahnya telah mengembangkan jeruk lemon dan Dekopon /DN Sabilulungan . Lemon segar ini telah dipasarkan  5 ton per bulan, berasal dari kebun sendiri dan petani binaan, dengan area pemasaran ke Solo dan Yogyakarta.

Selain itu sari buah lemon penjualannya 1500 botol per bulan, 1000 liter per bulan curah, dengan pemasaran online dan offline. “Kami juga memanfaatkan limbah kulit lemon untuk membuat tepung kulit lemon sebagai lulur mandi dengan kapasitas 300 – 400 botol per bulan melalui pemasaran online dan offline,” lanjutnya.

Dari diskusi selama webinar ini terlihat sinergi antar stakeholder mulai dari penentu kebijakan, petugas, pelaku agribisnis, dan pelaksana langsung di lapangan. Ke depan diharapkan agribisnis jeruk semakin berkembang dan mampu mensubstitusi buah impor di pasaran. (*/ysp)