Secara umum, ophthalmic trauma terbagi ke dalam dua kategori. Pertama, trauma tertutup (closed-globe injury), yaitu terjadinya kerusakan intraokuler meskipun dinding bola mata (sklera dan kornea) tidak mengalami luka; terdiri atas: contusio (kerusakan pada lokasi benturan), dan laserasi lamellar (luka yang tidak sepenuhnya menembus lapisan sklera dan kornea).
Kedua, trauma terbuka (open-globe injury), yakni terjadinya luka yang menembus seluruh lapisan dinding mata; terdiri atas: ruptur (luka pada dinding bola mata akibat benda tumpul, disebabkan meningkatnya tekanan intraokuler secara tiba-tiba melalui mekanisme inside-out), dan laserasi (luka pada dinding mata akibat benda tajam, disebabkan mekanisme luar ke dalam/outside-in.
Trauma juga dapat diakibatkan oleh panas, radiasi dan zat-zat kimia. Beberapa gejala yang perlu diwaspadai setelah area mata mengalami benturan, antara lain pandangan buram mendadak, pendarahan, nyeri pada area bola mata, mata terlihat merah, gerakan bola mata terhambat, dan mata terasa mengganjal.
Di Indonesia, selama ini belum ada data terkini jumlah kejadian trauma pada mata. Namun, jumlah kunjungan pasien trauma mata di JEC bisa memberikan gambaran. Sepanjang 2012 hingga 2019 di JEC @ Menteng dan JEC @ Kedoya terdata adanya 534 kasus trauma mata, yang terdiri dari 161 kasus trauma tertutup dan 167 kasus trauma terbuka.
Beberapa di antaranya bahkan harus menjalani tindakan pembedahan lebih lanjut. Memahami kegawatdaruratan ophthalmic trauma, JEC telah menghadirkan Ophthalmic Trauma Service yang menyediakan penatalaksanaan trauma mata nan andal dan menyeluruh dengan diperkuat tenaga medis dari berbagai subspesialis/multidisiplin serta teknologi pendukung terdepan.
“Kasus trauma mata tidak selalu berdampak pada bagian mata yang mengalami benturan, tetapi juga pada jaringan di sekitarnya. Penanganan trauma mata yang JEC tawarkan melalui Ophthalmic Trauma Service mengimplementasikan sistem yang komprehensif, mulai diagnosis hingga tatalaksana, serta tahap pemantauan dan rehabilitasi pasca tindakan, untuk mengantisipasi risiko dampak hingga penanganan pasien berlangsung tuntas,” tambah Dr. Yunia Irawati.