JAKARTA-RADAR BOGOR,Kinerja industri baja ringan masih akan tumbuh tahun ini. Asosiasi Baja Ringan Indonesia (Asibri) optimistis sampai akhir tahun, jumlah produsen meningkat 10 persen daripada tahun lalu. Pasar pun akan tumbuh minimal 15 persen.
Ketua Asibri Wali Buwono mengakui bahwa kinerja industri baja ringan sepanjang 2019 tidak menggembirakan. Beberapa produsen tumbang. Namun, penyebabnya bukanlah pasar, melainkan ketidakmampuan produsen-produsen itu mengelola usaha mereka.
Berita robohnya atap yang berkonstruksi baja ringan beberapa waktu lalu juga membuat bisnis terganggu. Padahal, masalahnya bukan pada kualitas produk, melainkan kesalahan pemasangan dan kurangnya komunikasi.
“Tapi, kami optimistis tahun ini menjadi tahun yang positif bagi kami,” kata Wali akhir pekan lalu.
Sampai sekarang, imbuh dia, produsen mesin baja ringan kebanjiran order. Itu artinya minat untuk berinvestasi pada industri baja ringan masih tinggi.
Apalagi, kondisi pasar semakin baik. Belakangan, semakin banyak developer yang memesan baja ringan untuk membangun rumah baru.
“Sekarang ini hampir tidak ada rumah yang dibangun tanpa baja ringan. Bahkan, RSS (rumah sangat sederhana) sudah menggunakan baja ringan,” tegas Wali. Dia menyebut tren itu positif bagi industri baja ringan.
Sejak kali pertama populer pada awal 2000-an, jumlah produsen baja ringan terus bertambah. Saat ini jumlah produsen baja ringan di seluruh Indonesia mencapai 400. Itu terdiri atas produsen berskala besar sampai tingkat usaha kecil dan menengah (UKM).
Demi menjaga kualitas produk, Wali mendukung penuh penerapan SNI oleh pemerintah. Namun, Wali berharap bentuk profil tidak ikut distandarisasi. Sebab, menurut dia, bentuk profil merupakan wujud inovasi dan kreativitas setiap perusahaan.
Kendati pasar dan kinerjanya positif, industri baja ringan juga mempunyai kendala yang tidak bisa dibilang remeh. Asosiasi yang beranggota 43 perusahaan tersebut mempermasalahkan stabilitas suplai bahan baku. Khususnya terkait dengan importasi Bj LAS (Baja Lapis Aluminium Seng) yang merupakan bahan baku baja ringan.
Kesulitan importasi Bj LAS itu tentu mengakibatkan pasokannya tidak stabil. Apalagi pasokan untuk industri skala UKM. Akibatnya, harga bahan baku tidak terjangkau dan harga jual produk dikeluhkan konsumen.
“Kami berharap pada 2020 ini, pemerintah bisa membuat kebijakan yang mendukung kestabilan suplai bahan baku kami,” kata Wali.
MISI ASIBRI:
Menampung aspirasi produsen baja ringan.
Membantu anggota mengatasi permasalahan bisnis.
Mengedukasi produsen soal pertanggungjawaban kualitas produk.(JWP)