Pertumbuhan Ekonomi 2020 Diperkirakan Lebih Rendah dari Capaian 2019

0
70
Gedung-gedung bertingkat di kawasan Jalan Jendral Sudirman, Jakarta, Senin (27/1). Pertumbuhan ekonomi 2020 diprediksikan lebih rendah dibandingkan 2019. (Dery Ridwansah/JawaPos.com)
Ilustrasi. Pertumbuhan ekonomi 2021 diprediksikan lebih rendah dibandingkan 2019. (Dery Ridwansah/JawaPos.com)
Gedung-gedung bertingkat di kawasan Jalan Jendral Sudirman, Jakarta, Senin (27/1). Pertumbuhan ekonomi 2020 diprediksikan lebih rendah dibandingkan 2019. (Dery Ridwansah/JawaPos.com)
Gedung-gedung bertingkat di kawasan Jalan Jendral Sudirman, Jakarta, Senin (27/1). Pertumbuhan ekonomi 2020 diprediksikan lebih rendah dibandingkan 2019. (Dery Ridwansah/JawaPos.com)

JAKARTA-RADAR BOGOR, Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad memandang target pertumbuhan ekonomi yang dipatok pemerintah tahun ini, sebesar 5,3 persen, tidak realistis. Menurutnya, perlambatan ekonomi global yang terjadi sejak tahun lalu masih berlanjut, dan menjadi tantangan tahun ini.

Perlambatan perekonomian negara maju seperti Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok akan berpengaruh terhadap negara berkembang, tak terkecuali Indonesia. Apalagi, saat ini Tiongkok tengah mengalami wabah virus korona yang menyebar ke beberapa negara.

“Proyeksi 5,3 enggak realistis karena 2020 sangat tertekan. Karena ekonomi Tiongkok, bukan karena performa (saja) tapi juga masalah korona,” ujarnya di ITS Tower Jakarta, Kamis (6/2).

Tauhid memprediksi, kegiatan ekspor-impor antara Indonesia dan Tiongkok akan berkurang. Wabah virus korona sendiri menyebabkan aktivitas ekonomi dan perdagangan Tiongkok menjadi terhambat.

Selain itu, industri pengolahan pun diperkirakan akan melemah. Padahal, sektor ini dapat menyerap tenaga kerja yang berdampak terhadap konsumsi.

“Sektor industri pengolahan melemah, penerimaan pajak menurun,” imbuhnya.

Meskipun pemerintah telah membuat reformasi regulasi melalui Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law, kata dia, pengaruhnya tidak dapat dirasakan secara langsung. Sebab kebijakan antar pusat dan daerah seringkali tak kompak.

Lebih lanjut dia melihat, membaiknya nilai tukar juga belum memberikan stimulus terhadap sektor perbankan. Ini terlihat dari pembiayaan kredit yang melemah.

Korporasi lebih memilih mengakses pembiayaan dari bank luar negeri. “Sekarang korporasi akses dana dari luar negari karena lebih murah dan hedging gampang. Sementara bank lokal udah mahal terus susah,” jelasnya.

Pihaknya meramalkan, tahun ini pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya dapat mencapai 4,8 persen. “Mungkin ada peluang untuk tumbuh, tapi enggak 5 persen,” pungkasnya. (jwp)