JAKARTA-RADAR BOGOR, Siapa yang tak kenal manggis (Garcinia mangostana L).
Buah asli Indonesia yang dikenal dengan queen of the fruits itu merupakan komoditas potensi ekspor dan mempunyai nilai ekonomi tinggi. Indonesia mempunyai sejumlah daerah sentra manggis.
Terbentang dari Provinsi Sumatera Barat, Jambi, Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, hingga NTB. Varietas yang terkenal di antaranya Wanayasa, Puspahiang, Kaligesing, Ratu Kamang, Ratu Tembilahan, dan Lingsa.
Direktur Perlindungan Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan) Sri Wijayanti Yusuf mengungkapkan, saat ini Tiongkok merupakan tujuan ekspor manggis Indonesia.
Namun manggis harus bebas dari organisme pengganggu tumbuhan (OPT) kutu putih (Dysmicoccus neobrevipes, Dysmicoccus lepelleyi, Exallomochlus hispidus, dan semut Delichoderus thoracicus).
Hal itu sejalan dengan arahan Menteri Pertanian SYL yang menekankan pentingnya upaya mempertahankan dan meningkatkan mutu komoditas pertanian yang dihasilkan disamping upaya peningkatan produksi dan ekspor.
”Manggis juga harus berasal dari kebun yang sudah teregistrasi,” ujar Sri melalui keterangan tertulisnya pada Selasa (26/5).
Dia menjelaskan semut berperan menyebarkan kutu putih. Jika semut dapat teratasi, kutu putih akan terkendali.
”kutu putih dan semut menyebabkan turunnya kualitas manggis dan menjadi hambatan ekspor. Jika ditemukan 1 saja dari OPT ini, ekspor manggis akan ditolak,” ucap Sri.
Pihaknya saat ini berupaya mengatasi hambatan ekspor tersebut. Caranya dengan menerapkan kegiatan Area Wide – Integrated Pest Management (AW-IPM), pengelolaan kutu putih dan semut skala luas dalam satu kawasan. ”Ini untuk menurunkan populasi suatu hama,” tambah Sri.
AW-IPM adalah program konkret Ditjen Hortikultura Kementan mendukung gerakan tiga kali lipat ekspor pertanian (GratTiEks).
Direktorat Perlindungan Hortikultura bekerja sama melalui UPTD Balai Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Barat dan Dinas Pertanian Kabupaten Tasikmalaya.
”Inisiasi kegiatan pengelolaan kutu putih dan semut pada tanaman manggis secara luas telah dilaksanakan Kelompok Tani Manggis Berkah dan Permata Bunda. Lokasinya di Desa Puspahiang, Kecamatan Puspahiang, Kabupaten Tasikmalaya pada 2019, seluas 10 hektare,” kata Sri.
Sri memaparkan pengelolaan kutu putih dan semut dilakukan mengikuti prinsip-prinsip pengendalian hama terpadu (PHT), termasuk mengutamakan bahan-bahan pengendali yang ramah lingkungan.
Menurut Sri, hasil pelaksanaan AW-IPM pada manggis cukup efektif. Terbukti, terjadi peningkatan kuantitas dan kualitas produksi dari 23.000 kg menjadi 28.317 kg.
”Hasil pengamatan dari 100 sampel buah, hanya 14 buah terdapat kutu putih dan 17 buah terdapat semut. Sebelumnya terdapat kutu putih dan semut pada semua buah dengan kriteria dari 50 kg manggis diperoleh 43 kg Super, 7 kg palkon dan BS,” terang Sri.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Hortikultura Prihasto Setyanto mengungkapkan, tujuan pengendalian OPT untuk menjaga kuantitas dan kualitas buah. Terutama peningkatan daya saing ekspor sebagaimana arahan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
”Kita harus bersyukur bahwa ekspor buah tropis bergeliat kembali, yang tentunya menggembirakan. Karena ini membawa manfaat positif bagi perekonomian nasional, khususnya petani manggis,” ujar Prihasto.
Dia juga mengingatkan bahwa dalam pengendalian OPT, agar menggunakan bahan pengendali yang ramah lingkungan. Tujuannya tak lain untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi demi daya saing ekspor.
”Dan yang tak kalah penting, aman untuk dikonsumsi. Terkait penerapan AW-IPM ini dibutuhkan komitmen petani yang memiliki kebun yang berdekatan serta kerja sama dari berbagai pihak,” tutur Prihasto. (jpg)