JAKARTA-RADAR BOGOR, Perekonomian dunia merosot akibat pandemi Covid-19. Laporan pertumbuhan ekonomi dari berbagai negara amblas.
Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 -2,8 persen. Namun, jika terjadi gelombang kedua pandemi akan terkoreksi lebih dalam.
”Jika puncaknya hanya sekali kemungkinan terkontraksi -2,8 persen. Namun, jika terjadi second wave bisa -3,9 persen,” papar Direktur Utama LPPI Mirza Adityaswara dalam seminar daring, kemarin.
Meski begitu, lanjut dia, kondisi perekonomian Indonesia lebih baik dibanding negara lain. Berdasarkan Kajian Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi Internasional (OECD), pertumbuhan ekonomi Turki merosot hingga -4,8 persen, Argentina dengan -8,3 persen, lalu Meksiko terkoreksi -7,5 persen, dan Brasil dengan -7,4 persen. Angka tersebut tentu akan lebih buruk ketika memang terjadi gelombang kedua Covid-19.
Menurut dia, Bank Indonesia masih mempunyai ruang yang cukup longgar untuk menurunkan suku bunga acuan. Setidaknya satu kali atau 24 basis poin (bps). Pelonggaran moneter oleh bank sentral tersebut tentu akan mempercepat pemulihan ekonomi nasional.
Mengingat, rendahnya tekanan inflasi dan terjaganya stabilitas eksternal. ”Penurunan (suku bunga acuan) bisa untuk sampai tahun depan,” jelas Mirza.
Sementara itu, ekonom Bank Permata Josua Pardede memprediksi perekonomian akan pulih pada kuartal III 2020. Sejalan dengan perencanaan new normal dari pemerintah. Artinya, aktivitas ekonomi akan kembali berjalan dengan protokol kesehatan tertentu.
”Dengan begitu, maka stimulus-stimulus pemerintah yang sudah diimplementasikan akan mulai berdampak pada masyarakat. Yang kemudian mendorong pertumbuhan ekonomi,” urai Josua kepada Jawa Pos.
Namun demikian, pemulihan ekonomi tersebut sangat dipengaruhi kecepatan penyerapan belanja penangangan Covid-19 dan alokasi anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Apabila percepatan progres penyerapan stimulus dilakukan secara produktif,maka resesi ekonomi secara teknikal dapat terhindarkan.
Selain itu, masyarakat juga harus patuh menerapkan protokol kesehatan dalam beraktivitas sehari-hari. Sehingga, gelombang kedua pandemic tidak terjadi.
Josua mengatakan,sentimen Covid-19 kembali ramai dalam dua pekan terakhir setelah beberapa negara mencatatkan pertumbuhan kasu baru.
Akibatnya, tidak sedikit investor khawatir akan adanya gelombang kedua. Di sisi lain, beberapa indikator ekonomi dunia juga belum memberikan sinyal pemulihan.
”Hal itu yang membuat rupiah kembali ke level Rp 14 ribu per USD lantaran investor mengalihkan beberapa asetnya ke safe haven,” bebernya.
Menurut dia, nilai tukar rupiah akan bergerak di level Rp 14.250-15 ribu per USD. Seiring dengan masih adanya potensi tekanan sisi internasional dan indikator ekonomi nasional yang belum akan pulih di jangka pendek. (jpg)